banner

Dituding Abai Lindungi Nelayan, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono Disarankan Mundur

Selasa, 22 Juli 2025 07:23 WIB
Oleh: Hadits
Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono

RATASTV – Desakan agar Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi kinerja Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono terus menguat. Hal ini mencuat setelah mencuatnya kasus pagar laut di perairan Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, yang saat ini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Direktur Center for Budgeting Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai Sakti Wahyu Trenggono telah gagal mengemban amanat sebagai Menteri KKP. Ia menyebut Trenggono tidak mampu melindungi hak-hak dasar nelayan kecil dan justru membiarkan praktik yang merugikan masyarakat pesisir terus berlangsung.

“Kasus pagar laut di Tangerang adalah bukti nyata lemahnya kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono. Ia bukan hanya gagal merespons konflik, tetapi justru membiarkan praktik kapitalistik yang mengorbankan nelayan kecil,” ujar Uchok dalam keterangan pers, Senin (21/7/2025).

Sengketa pagar laut yang dibangun sebuah korporasi di pesisir tersebut menutup akses warga terhadap laut, menyebabkan ratusan nelayan kehilangan mata pencaharian. Pagar besi permanen sepanjang ratusan meter membentang di area laut yang selama ini menjadi ruang hidup utama masyarakat nelayan.

Uchok menyebut kasus ini sebagai “skandal kelautan terbesar dekade ini” dan mencerminkan konflik kepentingan antara negara dan oligarki laut.

“Bayangkan, di negara maritim seperti Indonesia, ada laut yang bisa dipagari. Ini bukan hanya pelanggaran tata ruang dan etika lingkungan, tapi juga pelanggaran hak asasi manusia. Yang menyedihkan, Kementerian yang seharusnya berpihak pada nelayan justru bungkam,” tegasnya.

Warga Desa Kohod telah mengajukan gugatan perwakilan kelompok (citizen lawsuit) terhadap KKP dan sejumlah pihak lainnya. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Senin (21/7), dengan agenda pembuktian awal.

Kuasa hukum warga, Henri Kusuma, menyatakan bahwa pihaknya siap menghadirkan “bukti mengejutkan” yang akan memperkuat posisi nelayan sebagai korban. Meski belum merinci, ia menyebut bukti tersebut bisa menjadi titik balik perjuangan masyarakat pesisir.

“Ini bukan semata perkara hukum. Ini soal harga diri rakyat kecil yang hak hidupnya diinjak atas nama investasi. Kami akan buktikan bahwa negara lalai dan menterinya tidak berpihak,” ujar Henri.

Uchok mendesak Presiden Prabowo agar tidak membiarkan pembiaran ini terus berlangsung. Jika visi maritim Prabowo adalah untuk mewujudkan keadilan dan keberpihakan pada rakyat, maka Sakti Wahyu Trenggono harus dievaluasi secara serius—bahkan, jika perlu, dicopot dari jabatannya.

“Pak Prabowo harus tegas. Ini bukan soal loyalitas politik, tapi soal keberpihakan pada rakyat. Menteri seperti Trenggono menjadi beban politik bagi pemerintahan yang mengusung visi pro wong cilik,” ucap Uchok.

Ia menambahkan, ketidakhadiran negara dalam konflik ini akan tercatat sebagai kegagalan awal pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mewujudkan keadilan maritim.

“Pagar laut itu bukan sekadar besi, tapi simbol dari kekuasaan yang abai terhadap jeritan rakyat pesisir,” tutupnya.

Kasus ini menjadi ujian krusial bagi arah kebijakan kelautan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Bila tidak ditangani dengan bijak dan adil, bukan mustahil konflik serupa akan meluas ke wilayah pesisir lain di Indonesia. Di tengah menjamurnya proyek eksklusi ruang laut, nelayan tidak hanya butuh ruang tangkap, tetapi juga keadilan yang nyata. (HDS)

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung