banner

Awasi Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, DPR Klaim Bentuk Tim Supervisi 

Senin, 7 Juli 2025 12:43 WIB
Oleh: Marshel
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad (Foto Istimewa 9
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad (Foto Istimewa 9

RATASTV – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan membentuk tim supervisi untuk mengawal penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).

Hal itu dikemukakan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dia menyebut, tim supervisi  ditugaskan untuk memastikan sejarah ditulis ulang dengan baik dan tidak melanggar sejumlah ketentuan.

“Setelah konsultasi dengan Ketua DPR dan sesama pimpinan DPR lainnya. Maka DPR akan membentuk menugaskan tim supervisi penulisan ulang sejarah,” kata Dasco dalam keterangannya, Minggu (6/7).

Menurut Dasco, tim supervisi terdiri dari Komisi III DPR dan Komisi X DPR. Alat kelengkapan dewan dipastikan akan bekerja secara profesional.

Dasco berharap, dengan adanya tim supervisi tersebut penulisan ulang sejarah yang digagas Kemenbud tidak lagi menjadi polemik.

“Sehingga hal-hal yang menjadi kontroversi itu akan menjadi perhatian khusus oleh tim ini dalam melakukan supervisi. Pengawasan terhadap penulisan ulang sejarah yang dilakukan tim yang dibentuk oleh Kementerian Kebudayaan,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa buku sejarah dapat menemukan kembali jati diri bangsa Indonesia

“Sudah saatnya kita menulis ulang sejarah Indonesia bukan hanya sebagai catatan. Tapi sebagai landasan untuk membentuk generasi yang memahami siapa dirinya dan ke mana bangsanya akan menuju.” kata Fadli Zon dalam keterangannya, Minggu (6/7).

Fadli Zon mengatakan bahwa terdapat beberapa pekerjaan rumah yang besar untuk Indonesia, terkait penulisan ulang sejarah dan pembaruan dalam penulisan sejarah nasional.

Dia menilai, hingga saat ini Indonesia masih belum secara sistematis dalam mendokumentasikan perjalanan bangsa ini pasca-Reformasi.

“Terakhir, Buku Sejarah Nasional Indonesia disusun pada 1970-an oleh tim di bawah pimpinan Prof. Soekanto. Sementara karya Indonesia dalam Arus Sejarah yang terbit pada 2012 belum mencakup perkembangan politik dan sosial dari era BJ Habibie hingga Joko Widodo, kita perlu menggeser cara pandang tersebut ke arah yang lebih Indonesia-sentris,” ujarnya.

Dia mencontohkan bagaimana Belanda menyebut agresi militer mereka sebagai “aksi polisionil”. Fadli kembali menegaskan bahwa menulis sejarah tidak hanya soal pencatatan peristiwa, tetapi juga bagian penting dari membangun identitas nasional.

“Dalam konteks ini, muncul seruan untuk melakukan re-inventing Indonesian identity menemukan kembali jati diri bangsa. Melalui narasi sejarah yang berpijak pada pengalaman dan karakter Indonesia sendiri,” tandasnya.

 

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung