banner

Menguak Kembali Misteri Bailout BCA: Ide Mengambil Alih 51% Saham Itu tidak Sesat, Seperti Ini Penjelasan Detilnya!

Selasa, 19 Agustus 2025 13:43 WIB
Oleh: Agus Supriyanto
Screenshot_20250819_134028_YouTube

 

Oleh: H. M. Sasmito Hadinagoro (ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara/LPEKN)

Beberapa waktu lalu, sebuah media perbankan menulis artikel dengan nada keras: gagasan untuk meninjau ulang bailout BCA dan wacana pengambilalihan 51% saham oleh negara disebut sebagai ide “sesat”. Pertanyaannya, benarkah itu ide sesat?

Atau, justru publik selama ini yang tidak pernah diberi ruang untuk mengetahui kebenaran di balik salah satu episode paling mahal dalam sejarah ekonomi Indonesia? Mari kita uraikan pelan-pelan!

1. Krisis, Bailout, dan Triliunan Uang Rakyat

Kita semua tahu, krisis 1997–1998 meluluhlantakkan sistem perbankan Indonesia. Banyak bank bangkrut, dan pemerintah kala itu mengambil langkah “penyelamatan” lewat skema rekapitalisasi bank.

Caranya? Pemerintah menerbitkan obligasi rekap bernilai ratusan triliun. Obligasi ini bukan uang kecil—rakyat lewat APBN harus membayar bunga setiap tahunnya.

Salah satu penerima terbesar adalah BCA. Ya, BCA kala itu memang nyaris kolaps.

Nanun, berkat obligasi rekap, bank ini dapat kembali sehat. Bahkan kini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.

2. Penjualan Saham Murah: Rp 5 Triliun untuk 51%

Masalah muncul ketika pemerintah kemudian menjual 51% saham BCA kepada investor asing (Farallon dan kemudian Djarum Group) pada tahun 2001. Harga jualnya sekitar Rp5 triliun.

Bandingkan dengan nilai pasar BCA saat ini (Agustus 2025): Rp1.344 triliun kapitalisasi. Artinya, 51% saham sekarang setara Rp 685 triliun lebih.

Pertanyaan logis pun muncul. Benarkah harga jual Rp5 triliun pada 2001 mencerminkan nilai wajar BCA yang baru saja diselamatkan dengan obligasi rekap senilai puluhan triliun?

3. Kritik dari Tokoh dan Lembaga Negara

Jangan kira kritik ini hanya datang dari pengamat jalanan. Tokoh sekaliber Kwik Kian Gie (menko Ekuin kala itu) menolak memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor BLBI. Karena, melihat adanya potensi kerugian negara dalam proses bailout dan restrukturisasi perbankan.

Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit rekap perbankan juga pernah menyinggung adanya indikasi kerugian negara dari skema obligasi rekap. Artinya, keraguan soal “murahnya” harga jual BCA bukan isapan jempol belaka.

4. Mengapa Wajar Ditinjau Ulang?

Banyak yang langsung ketakutan: kalau isu ini dibuka, maka stabilitas perbankan bisa goyah. Padahal, sebenarnya tidak harus begitu.

Meninjau ulang bailout bukan berarti merampas bank yang kini sehat. Melainkan, lebih pada audit keadilan.

Apakah negara benar-benar dirugikan? Apakah ada rekayasa atau konflik kepentingan dalam penjualan saham?

Bagaimana mekanisme koreksi dapat dilakukan tanpa mengganggu investor publik yang kini memegang saham BBCA?

Negara lain juga pernah melakukan audit serupa. Korea Selatan, misalnya, mengevaluasi penjualan aset bank pasca-kisis Asia.

Jadi, ini bukan hal tabu. Melainkan, sesuatu yang biasa saja.

5. Mengapa Disebut Sesat?

Media yang menyebut ide pengambilalihan saham BCA sebagai sesat mungkin mempunyai beberapa alasan:

-menjaga kepercayaan pasar (investor takut negara dianggap bisa “merampas” aset swasta),

-melindungi kepentingan pemegang saham pengendali saat ini,

-menghindari kegaduhan politik.

Namun, membungkam diskusi publik dengan label “sesat” jelas tidak sehat. Justru semakin membuat publik bertanya-tanya: ada apa sebenarnya?

6. Fakta Hari Ini

BCA kini bank swasta paling untung di Indonesia, dengan laba bersih tahunan lebih dari Rp50 triliun. Obligasi rekap yang dahulu diberikan masih membekas dalam memori publik sebagai “utang rakyat” untuk menyelamatkan bank swasta.

Pemegang saham pengendali kini menikmati dividen jumbo tiap tahun. Sedangkan, publik hanya dapat mengingat bahwa dahulu bank ini pernah diselamatkan dengan uang rakyat.

7. Apa yang Dapat Dilakukan Presiden dan DPR?

Jika Presiden Prabowo benar-benar ingin membela kepentingan rakyat, maka ada beberapa langkah elegan yang dapat ditempuh. Apa saja làngkah itu?

-Pertama, audit ulang bailout dan penjualan BCA oleh BPK dan auditor independen.

-Kedua, membuka dokumen lama: hasil investigasi BPK, laporan KPK, hingga notulensi sidang kabinet soal bailout.

-Ketiga, negosiasi konstruktif dengan pemegang saham pengendali: misalnya lewat peningkatan pajak dividen, CSR strategis, atau skema kompensasi lain agar negara tetap mendapat manfaat.

-Keempat, komunikasi publik yang transparan agar isu ini tidak digoreng jadi bahan politik belaka.

8. Akhir Kata: Sesat atau Koreksi?

Jadi, apakah ide meninjau ulang bailout BCA sesat?Jawabannya: tidak.

Yang sesat justru ketika kita menutup mata terhadap sejarah penggunaan uang negara. Kalau rakyat membayar ratusan triliun lewat APBN, sedangkan keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, itu baru namanya sesat.

Audit, transparansi, dan keberanian mengoreksi masa lalu bukanlah ancaman stabilitas ekonomi. Sebaliknya, itu justru akan memperkuat fondasi moral dan kepercayaan publik pada negara.

Bangsa ini berhak tahu: apakah bailout BCA benar-benar demi rakyat, atau justru demi segelintir pemilik modal?

Yogyakarta 19 Agustus 2025

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung