banner

Inklusi Keuangan Syariah Berbasis Desa

Jumat, 6 Juni 2025 20:08 WIB
Oleh: Agus Supriyanto
Screenshot_20250606_194431_Instagram

Penulis: Tunggak Santosa, S. H., M. H. (kepala Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi/BBPPM Yogyakarta)

RATASTV – Momen lebaran telah selesai. Tetapi, jejaknya masih ada, terutama untuk mereka yang berurusan dengan perkreditan.

Lonjakan pinjaman online dan pay later menjelang lebaran pun menyisakan kewajiban yang harus diselesaikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pinjaman online (pinjol) dan layanan paylater meningkat tajam menjelang lebaran.

Yakni, mencapai hingga Rp78,5 triliun, tumbuh hampir 30 persen dibandingkan tahun 2024. Kebutuhan yang meningkat saat lebaran, keinginan tampil di saat lebaran, dan kemudahan melakukan pinjaman online menjadi penyebabnya.

Risiko kredit macet membayangi. Dan, risiko ini juga dapat berdampak ke peminjam, apalagi bila berurusan dengan pinjol ilegal.

Banyak terjadi, peminjam mendapat teror dari debt collector karena terjerat utang berkepanjangan. Fenomena ini tentu sudah menjalar dari kota ke desa.

Pasar Ekonomi Syariah

Di desa, sebenarnya, sudah ada layanan pembiayaan keuangan baik konvensional maupun syariah. Baik melalui kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) maupun Koperasi.

Pangsa pasar keuangan syariah masih minim. Data Otoritas Jasa Keuangan 2024 menunjukkan, tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 39,11% dan tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 12,88%.

Salah satu potensi dalam menggarap pasar ekonomi syariah adalah jumlah penduduk. Data Kementerian Dalam Negeri pada Juni 2024 atau semester I/2024 menunjukkan, jumlah penduduk Indonesia mencapai 282,478 juta jiwa.

Potensi yang besar itu jika dikelola dengan ekonomi syariah tentu akan membawa kemanfaatan yang besar. Sebanyak 89% BUMDesa yang tercatat memiliki usaha berupa jasa keuangan yang berupa simpan pinjam dan perkreditan.

Tidak banyak yang melaksanakan sistem syariah atau menggunakan sistem bagi hasil yang konsisten. Padahal, masyarakat desa sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil seperti maro, gadoh dari hasi usaha pertanian dan peternakan.

Tradisi tersebut masih berlangsung sampai saat ini di masyarakat desa. Tanpa disadari bahwa praktik tersebut bagian dalam ekonomi syariah

Namun, praktik kehidupan lainnya seperti hutang piutang terjebak pada sistem konvensional masih terjadi. Belum lagi merebaknya kasus-kasus pinjaman online ilegal.

Pinjaman online ilegal itu sudah sampai desa.
Bunga yang sangat tinggi dan persekusi saat penagihan tidak dipedulikan.

Penyebab Melakukan Pinjol

Ini terjadi karena tidak pahamnya masyarakat tentang riba. Padahal, sudah jelas bahwa prinsip-prinsip syariah harus terhindar dari perbuatan Maghriba (Maisir, Gharar, Halam dan riba).

Masih minimnya masyarakat mengakses layanan keuangan syariah setidaknya karena tiga hal. Ketiganya adalah sebagai berikut.

Pertama, stigma syariah sebagai yang cenderung ekslusif pada agama tertentu. Padahal, syariah ini lebih berorientasi pada sistem yang berkeadilan dan inklusif.

Kedua, regulasi terkait keuangan syariah belum sampai pada level desa. Yang baru ada adalah Peraturan Presiden, Nomor 28, Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).

Ya, KNEKS bertugas mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Adapaun Kick Off Ekosistem Pusat Inklusi Keuangan Syariah (EPIKS) di desa telah dilakukan pada akhir Maret 2025.

Ketiga, tingkat persaingan dengan lembaga keuangan konvensional. Persyaratan yang mudah dalam layanan pinjaman dan kecepatan pencairan menjadi daya tarik tersendiri pada layanan konvensional.

Ke depan, BUMDesa dapat dikembangkan dengan tiga model syariah. Yaitu: model BUMDes Syariah secara menyeluruh, model BUMDes konvensional dengan membentuk unit usaha syariah di dalamnya, dan model BUMDesa yang menerapkan Kolaborasi Layanan Keuangan Syariah (KoLaKS).

Dari skema model bisnis ketiganya, yang paling mudah adalah kolaborasi layanan keuangan syariah. BUMDesa dapat mengenal lebih dahulu dengan layanan keuangan syariah sekaligus pelan-pelan mendidik masyarakat agar beralih dari layanan konvensional.

Perlu waktu dan proses. Intinya bisnis yang ada di BUMDesa tidak hanya sekedar halal dan tayib, tetapi juga sesuai prinsip-prinsip keadilan.

Tidak mudah memang beralih pada layanan syariah. Ini lebih soal paradigma.

Sesuatu yang mudah diawal, biasanya kadang timbul persoalan di belakang. Itu yang biasa terjadi.

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung