Dari Trauma ke Harapan; Menakar Kepemimpinan Prabowo untuk Papua
RATASTV – Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden dalam Pemilihan Umum 2024 telah membuka lembaran baru bagi arah Papua lima tahun ke depan. Perilaku dan kebijakan Prabowo pantas mendapatkan perhatian karena akan sangat memengaruhi situasi dan harapan perubahan bagi rakyat asli Papua.
Prabowo dikenal suka berbicara apa adanya, blak-blakan, kadang bersuara keras, dan tidak jarang melontarkan balasan kritik terhadap lawan politik maupun para pengkritiknya. Gaya bicaranya kerap menimbulkan letupan-letupan, baik dalam isu politik, ekonomi, maupun kepemimpinan.
Namun, dalam konteks Papua, nama Prabowo Subianto tidak bisa dilepaskan dari jejak masa lalunya sebagai pimpinan militer yang meninggalkan trauma bagi rakyat Papua akibat operasi militer. Meski demikian, rekam jejak tersebut kembali diungkap pada Pilpres 2024, tetapi tidak terlalu memengaruhi pilihan rakyat.
Sebagai seorang manusia, tentu tidak ada pemimpin yang sepenuhnya bersih ataupun sebaliknya kotor. Karakter, sikap, dan motivasi Prabowo yang ditunjukkannya menegaskan niatnya untuk memimpin bangsa. Karakter blak-blakan dan motivasi yang ia sampaikan secara terbuka menjadi alasan rakyat memberi kesempatan untuknya memimpin Indonesia.
Saya memberikan respek kepada Presiden Prabowo Subianto dalam upayanya mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, dan damai. Bagi bangsa Papua, sikap tersebut sangat relevan dengan perjuangan kami dalam menuntut hak-hak sebagai rakyat Papua yang selama ini masih jauh dari kenyataan hidup yang adil dan sejahtera.
Pada 2 Agustus 2023, saya pernah menulis perspektif dalam artikel berjudul “Prabowo Subianto Pemimpin Berbudi Luhur, Berkarakter Jujur dan Tidak Munafik dalam Menyampaikan Isi Hati dan Pikirannya kepada Publik”. Waktu itu saya menekankan bahwa Indonesia membutuhkan sosok pemimpin seperti B.J. Habibie: cendekiawan dan teknokrat berwawasan luas, serta Abdurrahman Wahid atau Gus Dur: pemikir pluralis dan moderat.
Dalam pandangan saya, Prabowo memiliki karakter seperti Jenderal Sudirman yang jujur, berbudi luhur, dan rendah hati. Hal itu tergambar dalam beberapa pernyataannya menjelang Pilpres 2024. “Kita harus berani jujur kepada diri kita sendiri. Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Saya bukan orang yang suka menjilat, saya bukan yang memuji-muji orang tanpa alasan,” ungkapnya kala itu.
Ia juga menekankan pentingnya kejujuran dan kesetiaan kepada rakyat: “Kita harus beretik jujur! Apa yang dikatakan itu ada di hati kita. Jangan lain di mulut dan lain di hati. Kejujuran dan kesetiaan kepada rakyat itu hal fundamental.”
Dalam sebuah dialog, Prabowo juga pernah mengenang masa kecilnya saat sekolah di Eropa. Ia mengalami diskriminasi dan penghinaan dari guru maupun teman sekolahnya. “Tiap hari saya dibilang bangsa monyet, rakyatmu tinggal di pohon. Tapi dari pengalaman itu, saya ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia harus dihormati martabatnya,” kisahnya.
Sebagai penulis dan kritikus, saya memahami karakter Prabowo dalam perspektif yang barangkali berbeda dari persepsi umum. Saya memandangnya dari sisi kejujuran, kesederhanaan, dan keinginan membela martabat bangsa.
Saya sebagai seorang Kristen percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Karena itu, saya berkewajiban membangun relasi dan solidaritas dengan siapa pun tanpa mengorbankan iman saya. Tuhan Yesus mengajarkan: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:37-39).
Iman tidak boleh membuat kita terisolasi dalam tempurung. Dunia terus bergerak maju, dan kita harus mengubah cara pandang dalam melihat dinamika realitas. Jika kita terus berada dalam “tempurung”, maka kita kehilangan harapan dan masa depan. Padahal, kita berhak melihat matahari terbit dan terbenam, menghirup udara segar, serta menikmati ciptaan Tuhan yang indah.
Dunia ini bukan milik segelintir orang, bukan milik penguasa, bukan milik orang kaya, dan bukan milik Indonesia semata. Dunia ini milik kita semua. Kita harus hidup dalam semangat solidaritas, merawat kemanusiaan, dan menciptakan harmoni serta perdamaian untuk semua.
Saya menegaskan, saya tidak memiliki kepentingan pribadi dengan Jenderal (Purn.) Prabowo Subianto dan tidak pernah berkomunikasi dengannya. Saya hanya menilai dari apa yang ia sampaikan kepada publik. Ia bukan manusia sempurna, tentu memiliki masa lalu, tetapi saya melihat kejujuran dalam sikap dan kata-katanya.
Tentu saja akan ada pihak yang tidak sepakat dengan pandangan saya ini. Namun, mari kita melihat manusia secara utuh, tidak hanya dari sisi buruknya. Dengan begitu, kita dapat menaruh harapan bagi arah dan masa depan Papua yang lebih baik di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Penulis Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP) dan Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).