banner

Tuyul Tak Pernah Maling di Bank: Mitos Mistis atau Cermin Ketimpangan?

Rabu, 6 Agustus 2025 05:15 WIB
Oleh: Hadits
Tuyul

RATASTV – Tuyul dikenal luas dalam masyarakat Indonesia sebagai makhluk halus berwujud anak kecil berkepala plontos dan bercawat. Konon, makhluk ini dipelihara untuk mencuri uang diam-diam demi memperkaya sang majikan.

Namun, ada pertanyaan menarik yang jarang dibahas: mengapa tuyul hanya mencuri dari rumah warga, bukan dari bank atau dompet digital seperti e-money?

Budayawan Suwardi Endraswara dalam bukunya Dunia Hantu Orang Jawa (2004) menulis bahwa tuyul tidak hanya mengambil uang tunai, tapi juga bisa mencuri barang atau dokumen berharga. Namun hingga kini, belum ada satu pun kasus kehilangan uang di bank yang dikaitkan dengan ulah tuyul.

Di internet, beredar berbagai teori absurd: tuyul takut logam karena uang di bank disimpan dalam brankas, atau bank dijaga makhluk halus lain yang lebih kuat. Tapi semua ini hanyalah spekulasi di atas cerita yang memang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.

Yang lebih masuk akal, sebenarnya, bukan soal tuyul yang tak bisa mencuri di bank, melainkan bagaimana mitos tentang tuyul dibentuk oleh sejarah ketimpangan sosial dan ekonomi.

Awal Mula: Saat Orang Kaya Baru Dituduh Punya Tuyul

Untuk menelusuri asal-usulnya, kita harus kembali ke era kolonial Belanda. Tahun 1870 menandai dimulainya kebijakan pintu terbuka (open door policy) atau liberalisasi ekonomi, menggantikan sistem tanam paksa. Kebijakan ini membuka peluang bagi kalangan pedagang—baik pribumi maupun Tionghoa—untuk mengelola perkebunan dan mendirikan pabrik.

Menurut Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks dalam Ekonomi Indonesia 1800–2010 (2012), perubahan ini justru membuat banyak petani kehilangan lahan dan jatuh ke dalam kemiskinan. Sebaliknya, kelompok pedagang mendadak kaya raya dalam waktu singkat.

Perubahan drastis ini menciptakan kebingungan dan kecemburuan. Para petani yang hidup dengan sistem subsisten—bertani sekadar untuk makan sendiri—tidak paham bagaimana kekayaan bisa terkumpul begitu cepat. Mereka terbiasa melihat kekayaan sebagai hasil kerja keras yang bisa diamati oleh orang lain.

Maka ketika muncul orang kaya baru tanpa ‘proses’ yang terlihat, mereka pun mencurigai ada yang tak beres.

Tuyul Jadi Simbol Iri dan Ketidakadilan

George Quinn dalam An Excursion to Java’s Get-Rich-Quick Tree (2009) menyebut, bagi masyarakat Jawa, kekayaan harus bisa dipertanggungjawabkan secara sosial. Jika tidak, maka muncul tudingan: orang kaya itu pasti memelihara tuyul.

Keyakinan ini diperkuat oleh kultur mistik masyarakat yang melihat dunia tak hanya dalam logika materi, tapi juga kekuatan tak kasatmata. Maka lahirlah narasi tentang tuyul—makhluk gaib yang membantu orang menjadi kaya lewat cara licik dan gelap.

Menurut Ong Hok Ham dalam Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong (2002), tuduhan ini bukan sekadar sindiran, melainkan alat untuk merendahkan status sosial orang kaya baru. Pedagang dan pengusaha sukses dianggap hina karena dituduh bersekutu dengan makhluk halus.

Ketika orang kaya membeli rumah besar atau tanah, mereka dicurigai. Maka mereka pun beralih ke bentuk kekayaan yang tak terlihat, seperti menyimpan emas atau menyembunyikan kekayaan agar tidak jadi bahan omongan.

Kenapa Tuyul Tak Curi di Bank? Karena Imajinasi Kita Belum Sampai ke Sana

Jika ditanya mengapa tuyul tak pernah mencuri di bank, jawabannya sederhana: tuyul adalah produk imajinasi masyarakat agraris, jauh sebelum bank dan sistem keuangan digital eksis. Dalam lanskap masyarakat petani, rumah adalah pusat kekayaan, bukan rekening.

Bank, brankas, e-money—semua itu tidak masuk dalam kerangka berpikir masyarakat yang menciptakan mitos tuyul. Maka tak heran jika tuyul hanya ada dalam cerita-cerita rakyat dan sinetron, bukan dalam sistem perbankan atau ekonomi digital.

Faktanya, sampai hari ini, tuduhan memelihara tuyul masih muncul—terutama ketika seseorang dianggap “terlalu cepat kaya” tanpa proses yang terlihat. Ini menandakan bahwa tuyul bukan sekadar makhluk halus, melainkan simbol sosial dari kecemburuan, ketimpangan, dan prasangka yang diwariskan lintas generasi. (HDS)

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung