RATASTV – Apa yang terlintas di pikiranmu saat mendengar kata malam satu Suro? Bukan sekadar malam biasa, tapi malam sakral penuh misteri yang diselimuti aura mistis dan spiritual mendalam. Dalam budaya Jawa, Suro adalah bulan keramat yang diyakini sebagai waktu di mana tabir dunia nyata dan alam gaib nyaris lenyap, membuka jalan bagi kekuatan tak kasat mata.
Asal usul kata Suro sendiri berasal dari bahasa Arab: ‘Asyuro atau ‘Asyroh, yang berarti hari kesepuluh. Dalam kalender Jawa, Suro bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriah, bulan penuh peristiwa luar biasa dan keberkahan ilahi.
Di pesantren-pesantren, malam satu Suro menjadi puncak dari ritual kuno bernama Suronan. Tradisi ini tidak sekadar mengenang sejarah, tetapi dipercaya sebagai momen sakral saat dosa Nabi Adam diampuni, kapal Nabi Nuh berlabuh, Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Fir’aun, dan Nabi Yunus keluar dari perut ikan raksasa.
Kaum mukmin pun dianjurkan memperbanyak doa, ibadah, dan sedekah, sembari menjalani puasa sebagai bentuk spiritualitas tertinggi. Bahkan Rasulullah SAW sendiri mencontohkan puasa Asyura, mengakui kemuliaan hari tersebut.
Tak hanya doa, para santri turut membuat bubur merah-putih sebagai lambang dualitas dunia terang dan gelap, baik dan jahat, laki-laki dan perempuan. Hidangan sederhana ini mengandung makna mendalam, pengingat bahwa hidup selalu berada di antara dua kutub yang saling bertarung.
Bulan Suro juga menyimpan luka sejarah tragedi Karbala, ketika cucu Nabi, Sayyidina Husain, gugur demi kebenaran. Pertempuran antara kebenaran dan kebatilan ini membekas dalam jiwa umat Islam, terutama di malam satu Suro, yang diyakini sebagai malam penuh pertarungan energi antara cahaya dan kegelapan.
Dalam tradisi Jawa, malam satu Suro adalah malam ‘turunnya wahyu batin’. Mereka yang mengejar kesucian jiwa menjalani patigeni: tirakat tanpa makan, minum, atau tidur selama 24 jam, berharap mendapatkan petunjuk dari langit. Ada juga yang mandi di sungai keramat atau merendam pusaka warisan leluhur, percaya bahwa benda-benda itu menyimpan energi spiritual yang harus “dibangunkan”.
Malam satu Suro bukan sekadar malam. Ia adalah gerbang waktu yang hanya dibuka bagi mereka yang siap menyelami kedalaman jiwa dan meraba pesan langit. (*)