banner

Pergulatan Pemberlakuan KUHP Nasional

Jumat, 3 Oktober 2025 13:19 WIB
Oleh: M Ridwan
IMG-20251003-WA0115

RATASTV.CO – Ini adalah momen bersejarah yang membawa angin segar. Namun, di saat yang sama, wujudnya juga membawa ketegangan bagi sistem peradilan.

Pada 2 Januari 2026, hukum di Indonesia akan menjalani lompatan besar. KUHP Nasional yang sudah lama dinanti akhirnya berlaku, menggantikan KUHP warisan Belanda yang sudah uzur. Ini adalah sebuah pergulatan besar, yang akan menguji para hakim dan jaksa.

Mereka dihadapkan pada satu pertanyaan fundamental, penggaris mana yang akan dipakai untuk menyelesaikan sebuah perkara? Penggaris lama yang sudah kita pakai berpuluh-puluh tahun, atau penggaris baru yang baru saja keluar dari kotaknya?

Skenarionya jelas, KUHP Nasional (UU Nomor 1 Tahun 2023) itu diundangkan pada 2 Januari 2023. Menurut Pasal 624, undang-undang ini baru berlaku efektif setelah tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Itu berarti, tanggal kelahirannya yang sesungguhnya di lapangan adalah 2 Januari 2026.

Ini adalah momen bersejarah yang membawa angin segar. Namun, di saat yang sama, wujudnya juga membawa ketegangan bagi sistem peradilan.

Seorang hakim akan duduk di kursi persidangan, dengan dua berkas di depannya. Satu berkas berisi tuntutan berdasarkan KUHP lama, dan satu lagi adalah KUHP baru yang baru saja efektif berlaku. Mana yang harus dipilih?

Pada titik ini, filosofi hukum yang telah lama dipegang teguh akan menjadi penentu. Asas lex retro non agit (hukum tidak berlaku surut) adalah prinsip dasar yang melindungi kita dari hukuman mendadak.

Terdakwa tidak bisa dihukum atas perbuatan yang belum ada aturannya. Namun, dalam konteks perubahan hukum, ada pengecualian yang lebih penting, lex favor reo (hukum yang paling menguntungkan bagi terdakwa).

Ini adalah roh keadilan yang paling murni, yang mengakui bahwa jika hukum menjadi lebih ringan, maka keadilan mengharuskan hukum yang lebih ringan itulah yang harus diterapkan.

Di sinilah Pasal 3 dan Pasal 618 menjadi bintang utama. Kedua pasal ini menegaskan satu hal penting asas lex favor reo, akan menjadi pemenang mutlak.
Pasal 3 KUHP Nasional adalah fondasi filosofisnya.

Pasal tersebut, menegaskan bahwa jika ada perubahan hukum, hukum yang baru yang akan diberlakukan, kecuali hukum yang lama lebih menguntungkan Terdakwa.
Logika ini sederhana, hukum tidak boleh berlaku surut untuk menghukum seseorang, maka dirinya juga harusnya tidak boleh menjadi lebih keras. Namun, demi keadilan, wujudnya boleh menjadi lebih lunak.

Bahkan, jika perbuatan yang sedang diadili, tidak lagi dianggap pidana menurut KUHP baru, maka proses hukum harus dihentikan demi hukum. Pasal ini, tidak hanya berlaku untuk kasus yang sedang berjalan, tetapi juga untuk mereka yang sudah divonis dan sedang menjalani hukuman.

Bilamana perbuatan yang dilakukan tidak lagi dipidana, Terdakwa harus dibebaskan. Jika hukumannya dikurangi, maka sisa hukuman yang mereka jalani harus disesuaikan.

Sementara itu, Pasal 618 adalah aturan transisi praktisnya. Pasal ini secara gamblang memerintahkan hakim untuk menggunakan KUHP baru, jika kasusnya masih berjalan, kecuali KUHP lama lebih menguntungkan Terdakwa.

Pasal ini menghilangkan keraguan yang muncul di benak hakim. Tanggal 2 Januari 2026, hakim tidak bisa sekadar melanjutkan proses dengan KUHP lama, atau langsung memvonis dengan KUHP baru. Para Hakim harus melakukan audit hukum secara cepat, membandingkan hukuman dari kedua aturan, untuk menemukan mana yang paling meringankan terdakwa.

Akhirnya, tanggal 2 Januari 2026, bukan hanya soal pergantian undang-undang. Itu adalah ujian nyata bagi sistem peradilan kita. Pada hari itu, palu hakim akan diketuk dengan satu landasan, keadilan.

Di Indonesia, keadilan harus berpihak pada hak-hak yang paling rentan, termasuk hak terdakwa. Itulah inti dari pergulatan yang akan terjadi.

Penulis: Komang Ardika/Hms MA

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung