Pemerintah Dorong Akses Pembiayaan Produktif Lewat Kredit Alsintan dan Industri Padat Karya
RATASTV — Pemerintah terus memperkuat akses pembiayaan produktif di sektor pertanian dan industri padat karya, dua sektor strategis yang menjadi penopang utama perekonomian sekaligus penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Sektor pertanian masih menghadapi tantangan berupa produktivitas yang stagnan, minimnya investasi, dan rendahnya regenerasi petani yang dapat mengganggu ketahanan pangan. Sementara itu, industri padat karya seperti makanan-minuman, tekstil, garmen, alas kaki, hingga furnitur, tengah tertekan oleh persaingan global dan penurunan permintaan ekspor.
“Pemerintah meresponnya dengan meluncurkan dua skema prioritas, yaitu Kredit Usaha Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) untuk memperkuat mekanisasi dan produktivitas pertanian, serta Kredit Industri Padat Karya (KIPK) untuk menopang modal kerja, menjaga daya saing industri, dan mempertahankan lapangan kerja di daerah,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, dalam FGD Optimalisasi Penyaluran Kredit Alsintan dan KIPK di Bandung, Rabu (20/8/2025).
FGD ini digelar untuk mengoptimalkan implementasi Kredit Alsintan sesuai Permenko Nomor 3 Tahun 2025 yang terakhir diubah dengan Permenko Nomor 6 Tahun 2025, sekaligus mensosialisasikan Permenko Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pedoman Pelaksanaan KIPK.
Hingga 19 Agustus 2025, penyaluran Kredit Alsintan mencapai Rp30,73 miliar dengan 43 debitur, didominasi Bank Sulselbar sebesar Rp17,85 miliar. Strategi penguatan penyaluran mencakup penyesuaian kebijakan berdasarkan potensi daerah, literasi keuangan berbasis digital, kolaborasi pemerintah daerah dengan lembaga keuangan, serta monitoring dan evaluasi berkelanjutan.
Kredit Alsintan diharapkan memperkuat mekanisasi pertanian dan mendukung swasembada pangan. Sementara itu, KIPK didesain untuk membantu pembiayaan modal kerja dan investasi, meningkatkan daya saing industri, menjaga keberlangsungan usaha, serta menciptakan lapangan kerja baru.
Pada 14 Agustus 2025, Kementerian Perindustrian menerbitkan Permenperin Nomor 34 Tahun 2025 yang mengatur kriteria penerima KIPK. Program ini ditujukan bagi individu maupun badan usaha di sektor padat karya, seperti makanan-minuman, tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan mainan anak. Plafon pinjaman KIPK ditetapkan di atas Rp500 juta hingga Rp10 miliar per pinjaman, dengan bunga efektif setelah subsidi sebesar 5%.
Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu daerah prioritas, mengingat perannya sebagai pusat industri manufaktur nasional. Pertumbuhan ekonomi Jabar pada triwulan II 2025 mencapai 5,23%, lebih tinggi dibanding nasional (5,12%). Hingga 11 Agustus 2025, penyaluran KUR di Jabar mencapai Rp16,89 triliun untuk 315 ribu debitur, dengan kontribusi terbesar dari Kabupaten Bogor. Secara nasional, penyaluran KUR tercatat Rp162,62 triliun atau 56,57% dari target 2025 sebesar Rp287,47 triliun.
Sebagai bagian dari FGD, rombongan juga meninjau calon debitur KIPK di Majalaya, Jawa Barat. Salah satunya Aep Hendar Cahyadi, pengusaha konveksi kain putih yang berencana memanfaatkan KIPK untuk pembelian mesin pencelupan senilai Rp1-2 miliar.
Kegiatan ini dihadiri sejumlah pejabat kementerian, perwakilan pemerintah daerah, bank penyalur, lembaga penjamin, serta pelaku usaha. Forum ini diharapkan menjadi momentum strategis untuk memperkuat penyaluran pembiayaan produktif dan mendukung ketahanan ekonomi nasional.