RATASTV — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti maraknya praktik kecurangan dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di berbagai daerah. Sejumlah modus korupsi terungkap, mulai dari pemalsuan dokumen hingga jual beli kursi sekolah.
Salah satu modus yang banyak terjadi adalah penggunaan prestasi fiktif, termasuk mengaku sebagai tahfiz Alquran untuk masuk melalui jalur prestasi.
“Seringkali muncul piagam-piagam palsu agar siswa bisa lolos jalur prestasi. Contohnya, mengaku sebagai tahfiz Alquran, padahal tidak memenuhi syarat. Ini belum mencerminkan keadilan bagi semua agama,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis, Senin (16/6).
Menurut Budi, ketika jalur prestasi tidak memungkinkan, suap, pemerasan, dan gratifikasi kerap dijadikan jalan pintas. Proses SPMB yang semestinya menjunjung transparansi justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.
Kecurangan juga terjadi pada jalur zonasi. Banyak calon siswa diduga memanipulasi kartu keluarga (KK) dan KTP, bahkan memindahkan domisili secara fiktif demi mendekatkan alamat ke sekolah tujuan.
“Pemalsuan dokumen dan perpindahan domisili palsu menjadi taktik yang cukup umum. Padahal mulai tahun 2025, sistem zonasi sudah bergeser menjadi berbasis domisili, bukan sekadar alamat KK,” jelasnya.
Selain itu, KPK menemukan penyimpangan dalam jalur perpindahan tugas orang tua, yang seharusnya khusus untuk aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai BUMN. Namun, ada kasus di mana pegawai swasta membuat dokumen palsu untuk memanfaatkan skema tersebut.
“Perpindahan tugas ini sebenarnya hanya diperuntukkan bagi ASN dan BUMN. Tetapi, dalam praktiknya, ada juga yang memalsukan dokumen penugasan,” lanjut Budi.
KPK menilai praktik-praktik tersebut terjadi akibat lemahnya transparansi kuota dan persyaratan dalam sistem SPMB. Kurangnya pengawasan membuka ruang bagi oknum untuk melakukan pelanggaran.
“Minimnya keterbukaan dan pengawasan membuka celah bagi praktik suap, gratifikasi, dan pemerasan dalam SPMB,” tutup Budi.
KPK mengimbau seluruh pemerintah daerah dan dinas pendidikan untuk memperketat pengawasan serta memastikan seluruh proses SPMB berlangsung adil, transparan, dan bebas dari intervensi yang merugikan peserta didik yang berhak. (HDS)