RATASTV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi terkait kuota haji 2024 yang berawal dari permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Pemerintah Arab Saudi untuk menambah kuota haji reguler.
Menurut Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah ini diajukan guna memangkas waktu tunggu antrean haji reguler yang bisa mencapai 15 tahun lebih.
“Kuota tambahan ini berasal dari hasil pertemuan Presiden dengan Arab Saudi, dengan alasan mempercepat waktu tunggu calon jemaah reguler,” ungkap Asep di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
Namun kenyataannya, kuota tambahan tersebut justru dialihkan secara tidak sah menjadi kuota haji khusus, yang jumlahnya melonjak hingga 10.000 jemaah — jauh melebihi batas maksimal 8 persen sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Padahal, menurut ketentuan, dari 20.000 tambahan kuota seharusnya sekitar 18.400 dialokasikan untuk haji reguler dan hanya 1.600 untuk haji khusus.
Lebih lanjut, KPK menduga seluruh kuota tambahan semestinya diperuntukkan bagi haji reguler demi memangkas waktu tunggu yang panjang, bukan dibagi ke kuota khusus.
KPK telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan dan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Kasus ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, sudah diperiksa KPK terkait kasus ini pada Kamis (7/8/2025). “Saya bersyukur mendapat kesempatan mengklarifikasi soal pembagian kuota tambahan haji 2024,” ujar Yaqut usai pemeriksaan.
Sebelumnya, pada September 2024, KPK juga membuka penyelidikan dugaan gratifikasi dalam pengisian kuota haji khusus pada pelaksanaan haji tahun yang sama, guna memastikan layanan ibadah haji berjalan adil dan bersih dari korupsi. (HDS)