RATASTV – Menjelang peringatan Hari Bhayangkara ke-79 pada 1 Juli mendatang, BEM Nusantara DKI Jakarta menyampaikan pandangan kritis terhadap model perayaan yang cenderung seremonial dan simbolis. Kami menilai bahwa Hari Bhayangkara sepatutnya menjadi momentum evaluatif bagi Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk meninjau ulang praktik dan orientasi kelembagaan, serta memperkuat kembali komitmen terhadap keadilan, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi manusia.
“Dalam kondisi masyarakat yang masih menghadapi berbagai tantangan hukum dan keadilan, perayaan yang bila dilaksanakan terlalu mewah bisa dipersepsikan publik sebagai kurang responsif terhadap situasi sosial. Ini bukan hanya soal persepsi, tapi soal empati dan legitimasi,” ujar Piere A.L. Lailossa, Koordinator Daerah BEM Nusantara DKI Jakarta.
Selain itu, sejalan dengan semangat efisiensi anggaran negara yang tengah didorong oleh pemerintah pusat, BEM Nusantara DKI Jakarta menilai bahwa pembatasan terhadap kegiatan seremonial perlu juga diterapkan oleh institusi POLRI. Pembenahan internal, peningkatan pelayanan publik, dan reformasi sistem lebih penting untuk menjadi prioritas penggunaan anggaran negara.
“Refleksi dan evaluasi jauh lebih relevan ketimbang selebrasi. Apalagi ketika kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum masih membutuhkan penguatan yang nyata,” tambah Piere.
BEM Nusantara DKI Jakarta memandang bahwa ada sejumlah peristiwa dan isu yang perlu dijadikan bahan introspeksi untuk mendorong transformasi kepolisian ke depan, di antaranya:
BEM Nusantara DKI Jakarta menegaskan bahwa reformasi institusi kepolisian harus dilakukan secepatnya dan secara menyeluruh, mencakup pembenahan struktural, peningkatan akuntabilitas, serta transformasi kultur organisasi. POLRI perlu menunjukkan kepada publik bahwa mereka bukan hanya mampu menegakkan hukum, tetapi juga mampu memperbaiki diri secara internal secara terbuka dan progresif.
Kami juga menyoroti adanya sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang POLRI yang dinilai berpotensi memperbesar kewenangan tanpa kejelasan sistem pengawasan. Reformasi hukum haruslah menjamin keseimbangan antara otoritas dan kontrol publik agar prinsip negara hukum tetap terjaga.
“Hari Bhayangkara bukan semata peringatan institusional, tapi seharusnya jadi pengingat untuk terus berbenah. Institusi sebesar POLRI harus siap berubah, cepat, dan transparan jika ingin mengembalikan kepercayaan masyarakat,” tegas Piere.
Tuntutan BEM Nusantara DKI Jakarta:
1. Mengurangi dominasi seremoni dalam peringatan Hari Bhayangkara demi empati sosial dan efisiensi anggaran publik.
2. Mendorong keterbukaan dan akuntabilitas dalam penyelesaian berbagai kasus yang menjadi perhatian masyarakat.
3. Menolak penguatan kewenangan dalam RUU POLRI yang tidak diiringi dengan mekanisme pengawasan yang memadai.
4. Memperkuat sistem pengawasan eksternal sebagai bentuk kontrol demokratis terhadap institusi penegak hukum.
5. Melakukan reformasi institusional secara cepat, menyeluruh, dan terukur, baik dalam struktur organisasi maupun budaya internal kepolisian.
Kami percaya bahwa Hari Bhayangkara seharusnya menjadi titik balik untuk memperkuat integritas, profesionalisme, dan keberpihakan POLRI terhadap rakyat, bukan sekadar perayaan simbolik belaka. (HDS)