banner

Dua Jurnalis Dianiaya Saat Liputan di Jakarta, Publik Pertanyakan Komitmen Negara terhadap Kebebasan Pers

Rabu, 1 Oktober 2025 19:26 WIB
Oleh: Diaz
IMG-20250928-WA0036

Dua Jurnalis Dianiaya Saat Liputan di Jakarta, Publik Pertanyakan Komitmen Negara terhadap Kebebasan Pers

RATASTV – Kekerasan terhadap wartawan kembali mencoreng wajah kebebasan pers di Jakarta. Dua jurnalis, Miftahul Munir dari Warta Kota dan Rizki Fahluvi, kontributor MNC, menjadi korban penganiayaan saat meliput kasus dugaan keracunan paket Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 01 Gedong, Pasar Rebo, Selasa (30/9/2025).

Keduanya datang untuk meminta keterangan resmi terkait kondisi puluhan siswa yang mengalami gejala keracunan. Namun bukan jawaban yang didapat, mereka justru diusir dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Situasi memanas saat keduanya mencoba merekam aktivitas mobil pengangkut MBG di ruang publik. Salah satu pegawai melarang perekaman hingga terjadi keributan.

Munir mengaku dirinya dan Rizki sempat dicekik petugas keamanan sebelum pegawai lain melerai. Merasa terancam, keduanya langsung melapor ke Polsek Pasar Rebo. “Sekarang dalam proses pembuatan laporan dan menunggu BAP,” ujarnya.

Kapolsek Pasar Rebo AKP I Wayan Wijaya membenarkan laporan tersebut. Ia menyatakan korban sudah diarahkan menjalani visum dan pihaknya akan menindaklanjuti. Namun publik menilai respons aparat masih bersifat prosedural dan belum menunjukkan keberpihakan tegas terhadap perlindungan jurnalis.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap pekerja media. Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sepanjang 2025 sudah terjadi 52 insiden serupa. Angka ini menunjukkan bahwa intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis masih terus terjadi, meski Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 menjamin perlindungan profesi mereka.

Insiden ini sekaligus mencerminkan lemahnya komitmen institusi negara dalam menjamin keselamatan jurnalis di lapangan. Padahal wartawan menjalankan tugas untuk kepentingan publik, bukan lawan yang harus dicurigai atau dihadang.

Pertanyaan pun mengemuka: sampai kapan kekerasan terhadap jurnalis akan dianggap insiden biasa tanpa efek jera? Kepolisian seharusnya mengirim pesan tegas dengan mengusut kasus ini secara terbuka, bukan sekadar menerima laporan lalu mengendapkannya.

Publik kini menanti bukti konkret bahwa kebebasan pers bukan hanya jargon. Jika aparat gagal memberikan perlindungan, maka intimidasi terhadap jurnalis akan terus berulang — dan demokrasi pun kehilangan salah satu penopang utamanya.

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung