Yaqut Dilaporkan ke KPK Soal Honor Rp7 Juta/Hari, Jubir Tegaskan Sesuai Aturan
RATASTV – Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Laporan tersebut terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama, termasuk soal honor Rp7 juta per hari yang disebut diterima Yaqut saat bertugas sebagai pengawas haji 2024.
Juru Bicara Yaqut, Anna Hasbie, meminta Boyamin meluruskan laporan tersebut. Menurutnya, tudingan yang dilayangkan tidak sesuai fakta.
“Tudingan mengenai uang harian Rp7 juta per orang perlu diluruskan. Honorarium dan biaya perjalanan tim sudah diatur resmi dalam PMA Nomor 24 Tahun 2017. Pelaksanaannya sesuai dasar hukum dan dapat diaudit,” kata Anna dalam keterangan tertulis, Jumat (12/9/2025) malam.
Anna menilai laporan MAKI prematur, mengada-ada, dan menyesatkan publik. Ia menegaskan, posisi Yaqut sebagai amirul hajj justru diamanatkan undang-undang.
“Undang-undang menyatakan Menteri Agama memang berhak menjadi amirul hajj dan bertugas memastikan pelaksanaan ibadah di Tanah Suci berjalan lancar. Setiap tahun amirul hajj dibentuk sesuai UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah,” ujarnya.
Menurut Anna, tim amirul hajj beranggotakan enam orang dari unsur pemerintah dan enam orang dari ormas Islam. Selain itu, pengawasan internal tetap dilakukan oleh Itjen Kemenag (APIP), sementara pengawasan eksternal berada di tangan DPR, BPK, dan BPKP.
“Tidak ada tumpang tindih, apalagi pelanggaran hukum. Semua yang dijalankan Menteri Agama sebagai amirul hajj sudah sesuai ketentuan,” tambahnya.
Sementara itu, Boyamin Saiman menyampaikan laporan dengan melampirkan dokumen Surat Tugas Nomor 956 Tahun 2024 dari Inspektur Jenderal Kemenag. Ia menyebut total 15 orang, termasuk Yaqut, menjadi pengawas haji dan masing-masing menerima Rp7 juta per hari.
“Sehari Rp7 juta, dikali 15 hari, berapa besar itu. Menteri dan staf khusus seharusnya tidak boleh jadi pengawas karena sudah ada mekanisme resmi. Pengawas internal itu APIP, pengawas eksternal DPR, BPK, dan BPKP,” ujar Boyamin di gedung KPK, Jumat (12/9).
KPK sebelumnya telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi tambahan kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024. Langkah ini diambil agar lembaga antirasuah dapat melakukan upaya paksa.
Sprindik tersebut merujuk pada Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, terdapat indikasi kerugian negara.
Menurut perhitungan awal KPK, kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Jumlah tersebut diperkirakan masih bertambah seiring audit bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini berawal dari tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. Namun, pembagiannya dianggap bermasalah karena dilakukan sama rata—50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Padahal, undang-undang mengatur proporsi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.