RATASTV – Wali Kota Tangerang Sachrudin dan wakilnya, Maryono Hasan dilaporkan ke kejaksaan. Tidak hanya dua pimpinan (kepala daerah) itu, 50 anggota DPRD Kota Tangerang periode 2024-2029 juga “diseret” ke kejaksaan karena mereka diduga melakukan penyimpangan kasus ini.
Kasus apa itu? Yakni dugaan penyimpangan kasus tunjangan perumahan dan transportasi.
Adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Tangerang yang melaporkan Wali Kota Sachrudin, Wakil Wali Kota Maryono Hasan dan 50 anggota DPRD Kota Tangerang. Demikian diungkapkan Direktur LBH Kota Tangerang, Rasyid Hidayat dalam wawancara eksklusif di Podcast Ratas TV, Senin malam, 06 Oktober 2025.
Saat ditanya Jurnalis Ratas TV (RATASTV.CO Group) Agus Supriyanto, apakah benar, pihaknya akan melaporkan satu paket: wali kota/wakil wali kota dan (50 anggota) DPRD Tangerang ke (kejaksaan? “Ya. Seperti statement saya minggu lalu, seperti itu,” Rasyid menjawab di Studio Ratas TV, Kawasan Intermark BSD, Serpong, Tangsel, Banten.
Rencananya, LBH Tangerang akan melaporkan mereka, kemarin (Senin–red). “Tetapi, hari ini, saya ke Kemenkumham (di Jakarta). Rencananya besok (hari ini, Selasa, 07 Oktober 2025 –red),.Toh, saya laporkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang, tidak jauh,” ucapnya.
Rasyid menegaskan, LBH Tangerang akan melaporkan Wali Kota Sachrudin – Wakil Wali Kota Maryono Hasan dan para anggota DPRD Tangerang yang dipimpin Rusdi Alam terkait dugaan penyimpangan penggunaan anggaran tunjangan perumahan dan transportasi. “Saya sudah komitmen untuk melaporkan,” cetusnya.
Masih dalam Podcast Ratas TV itu, Rasyid mengungkap, fenomena dugaan penyimpangan tunjangan perumahan dan transportasi terjadi beberapa daerah. “Di Kota Tangerang juga banyak terjadi penyimpangan ini,” imbuhnya seperti yang ditayangkan di Channel Ratas TV Official.
Dugaan penyimpangan yang dimaksud, kata dia, adalah tentang penetapan tunjangan yang tidak wajar, tidak sesuai standar, dan ujungnya merugikan keuangan daerah. Tunjangan fantastis itu, lanjutnya, tanpa ada dasar hukum yang jelas.
Ia menerangkan, Peraturan Wali Kota (Perwal) Tangerang, Nomor 14, Tahun 2025 menetapkan tunjangan perumahan untuk ketua DPRD Tangerang sebesar Rp 49 juta per bulan, wakil ketua DPRD Tangerang Rp45 juta per bulan dan anggota DPRD Tangerang Rp42,5 juta per bulan. “Tunjangan transportasi bahkan lebih mencengangkan: Rp29 juta untuk ketua DPRD Tangerang per bulan, Rp 28,75 juta untuk wakil ketua DPRD Tangerang per bulan dan Rp28,5 juta untuk anggota DPRD Tangerang per bulan,” ungkap Rasyid.
Selisih anggaran tunjangan perumahan dan transportasi dengan harga asli/normalnya sangat jauh, ucap dia. “Bisa 100 persen lebih selisihnya. Kali setahun berapa itu? Ini ada indikasi korupsi. Undang-undang korupsi kita adalah actual loss (kehilangan/kerugian nyata), bukan potensial loss (potensi kerugian). Bukan sekedar potensi, melainkan berapa yang hilang,” tegas Rasyid.
Dia melanjutkan, pertanyaannya adalah dasar apa yang digunakan oleh mereka? Tegasnya, dalam konsideran peraturan wali kota pun tidak ada regulasi tentang standar sewa rumah maupun kendaraan terkait tunjangan perumahan dan transportasi tersebut.
“Ini berarti, angka-angka fantastis itu tidak lahir dari kajian obyektif. Tetapi, ditetapkan begitu saja. Seolah-olah logikanya sederhana: yang penting lebih kecil dari provinsi,” sebutnya.
Wali Kota dan Ketua DPRD tidak Responsif
Pihaknya pun sangat menyayangkan karena pimpinan daerah di Tangerang (wali kota dan ketua DPRD) tidak responsif dalam menyerap aspirasi masyarakat. “Sayangnya, ya. Sayangnya dari awal bulan. Saya ingat betul. Ada senior saya statement di awal bulan bicara di media, katanya wali kota dan dewan (DPRD) akan mengkaji. Tapi, saya tunggu, kok, beberapa minggu terakhir tidak ada muncul, tidak ada progres. Jadi, seakan mereka membiarkan jadi bola liar. Jadi isu yang liar, ke mana, ke mana,” ungkapnya.
Dan, Rasyid pun membuat komparasi (perbandingan) dengan daerah lain yang sangat responsif dan aspiratif dalam menyerap aspirasi masyarakatnya. “Di Bandung Barat, yang bupatinya artis: Jeje Govinda, di awal-awal tanggal belasan (September), dia langsung merespon cepat. Dia bilang bahwa kami mendapat arahan dari mendagri dan mendengar aspirasi masyarakat, maka kami batalkan kenaikan tunjangan. Kan, itu clear,” paparnya.
Sementara, di Tangerang, sebaliknya. “Saya lihat ini wali kota (Tangerang) dan DPRD Kota (Tangerang) mana ini? Ngomongnya sudah men-deposisi ke sekwan. Tapi, hasilnya apa? Beberapa bulan, beberapa minggu ini tidak ada hasilnya. Sementara, masyarakat ingin tahu, lho, apa, sih, keputusan wali kota,” sebut Rasyid.
Positif Melaporkan ke Kejaksaan
Makanya, Rasyid mengungkapkan, LBH Tangerang positif melaporkan kasus ini ke kejaksaan. “Kita akan melaporkan ke (kejaksaan). Meskipun, teman-teman aktivis juga sudah melaporkan. Mudah-mudahan, bahan yang kita sampaikan ini dapat memperkaya penyidik dalam melalukan penyelidikan dan penyidikan nantinya,” tukas dia.
Buat Petisi
Ditandaskan Rasyid, saat ini, pihaknya juga tengah membuat petisi. “Ya, petisi ini diinisiasi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangerang. Petisi ini untuk membuka kesadaran masyarakat. Bahwa masyarakat punya hak dan ikut serta dalam pengawasan. Itu yang ingin kita tumbuhkan. Jadi petisi ini jadi gerakan kolekti (bersama) yang konkret. Bagaimana masyarakat tersadarkan bahwa APBD itu milik masyarakat, bukan milik pejabat. Jadi, pejabat tidak seenaknya mengatur ke mana, ini ke mana. Jadi, masyarakat punya hak pengawasan. Kita punya hak mengawasi proses pembangunan. Punya hak dalam peran memberantas korupsi. Kita maksimalkan gerakan ini,” cetus Rasyid.
Sebab, sambungnya, LBH Tangerang mempunyai tagline advokasi anggaran. “Tagline advokasi anggaran kita adalah DPRD dipilih untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Bukan memakan uang rakyat seenaknya. Bukan melakukan pemborosan,” tegasnya keras.
Desak Aparat Penegak Hukum Turun Tangan
Dugaan penyimpangan ini sudah terang benderang, ucapnya. “Maka, wajar LBH Tangerang mendesak aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan. Bukan hanya untuk DPRD Kota Tangerang, melainkan juga untuk tunjangan perumahan wali kota dan wakil wali kota Tangerang. “Penyelidikan idealnya harus dilakukan sejak 2023 hingga sekarang. Sebab, prosedur yang cacat itu sangat patut diduga bukan baru terjadi, melainkan sudah ada sejak awal penetapan tunjangan,” tegasnya.
Di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit, harga kebutuhan pokok naik, dan anggaran publik terbatas, tindakan pemborosan semacam ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat, tandas Rasyid. “DPRD Kota Tangerang seharusnya memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan justru menambah beban rakyatnya,” pungkas aktivis yang getol memberikan bantuan hukum untuk masyarakat itu.
Wali Kota Sachrudin dan Ketua DPRD Tangerang tidak Merespon
Sementara itu, saat dikonfirmasi redaksi Kantor Berita RATASTV.CO, Wali Kota Tangerang belum memberikan respon. Pesan WhatsApp (WA) sudah dikirimkan RATASTV.CO ke ajudan Wali Kota Sachrudin: Ika Lestari.
“Disampaikan (ke Bapak), Insya Allah,” ucap Lestari, Selasa pagi, 07 Oktober 2025.
Namun, hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari sang wali kota. Pun Ketua DPRD Kota Tangerang, Rusdi Alam.
Politisi muda Partai Golkar itu tidak membalas pesan WA yang dikirim RATASTV.CO. Padahal, pesan sudah masuk dan terbaca. (AGS)