Mata Air Panas Cijengir Rumpin: Dari Mitos Jadi Potensi Wisata Nyata
RATASTV — Perjalanan menuju Kampung Cijengir, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, memakan waktu sekitar dua jam dari Kecamatan Ciseeng. Meski hanya berjarak 12,5 kilometer, kondisi jalan yang rusak akibat aktivitas truk tambang membuat perjalanan terasa panjang dan melelahkan. Jalur yang dilalui dipenuhi debu, batuan, dan kerusakan aspal akibat lalu lalang dump truk dari kawasan pertambangan.
Namun di balik medan berat itu, tersimpan potensi wisata alami yang menarik—mata air panas Cijengir, yang menyimpan kisah misterius sekaligus fakta yang tak terbantahkan.
Perkampungan padat dan bersahabat di Cijengir ini mengingatkan pada suasana kampung-kampung di Tasikmalaya. Jalan-jalan sempit hanya cukup dilalui satu kendaraan bermotor, namun warganya hidup rukun dan saling mengenal.
“Sejak tahun 1980, waktu saya masih kecil, mata air panas itu hanya sebesar satu jengkal telapak tangan,” tutur Bi Enah, warga setempat, saat ditemui pada Minggu, 27 Juli 2025.
Seiring waktu, sumber air panas tersebut diperluas secara swadaya oleh warga RW 04 Kampung Cijengir. Kini, mata air itu bisa digunakan untuk mandi air hangat, bahkan sensasinya menyerupai mandi sauna karena airnya yang muncul dengan suhu hangat hingga panas.
Namun, akses menuju lokasi masih menjadi tantangan tersendiri. Mata air panas berada di sisi persawahan tanpa pengaman jalan. Bagi warga lanjut usia, khususnya yang berusia 70 hingga 90 tahun, perjalanan ke lokasi menjadi sangat sulit karena harus melalui jalan setapak tanpa pembatas.
Mang Hadi, tokoh muda dan ahli pengobatan alternatif, berharap pemerintah Kabupaten Bogor memberi perhatian serius.
“Pemerintah seharusnya berperan aktif memperbaiki sarana dan prasarana jalan agar warga dan pendatang bisa menikmati mandi air hangat yang alami ini,” ujarnya.
Menurut cerita warga, mata air panas ini tidak pernah surut, baik saat musim hujan maupun kemarau panjang. Airnya kini juga dialirkan menggunakan paralon ke rumah-rumah warga yang ingin memanfaatkannya untuk kebutuhan sehari-hari.
Mang Hadi meyakini kawasan ini diberkahi dan memiliki nilai sejarah.
“Rumpin dikenal sebagai daerah santri dan ulama. Lokasi sir hangat ini diyakini merupakan peninggalan dari masa Kerajaan Pajajaran,” ungkapnya.
Ia pun menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dan pengembangan destinasi wisata berbasis masyarakat.
“Kalau dikelola profesional, saya yakin warga Cijengir bisa meningkatkan taraf hidupnya. Ini potensi ekonomi sekaligus pelestarian budaya lokal,” pungkasnya.