YLPKP Desak Evaluasi Sistem Penerimaan Murid Baru SMAN Tahun 2025 Provinsi Banten
RATASTV – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Paragon (YLPKP) menyoroti berbagai persoalan dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Tahun 2025 di Provinsi Banten. Sejumlah masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah mengaku kecewa karena anak-anak mereka tidak lolos seleksi, meski berdomisili dekat dengan sekolah.
Ketua Umum YLPKP, Puji Iman Zakarsih, SH, MH, menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI Nomor 3 Tahun 2025 Pasal 43 Ayat (3), jika jumlah pendaftar jalur domisili melebihi kuota, maka seleksi dilakukan secara berjenjang dengan mempertimbangkan:
a) kemampuan akademik,
b) jarak tempat tinggal, dan
c) usia.
Hal ini juga ditegaskan dalam Keputusan Gubernur Banten Nomor 261 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis SPMB untuk SMA, SMK, dan Sekolah Khusus Negeri. Disebutkan bahwa seleksi dilakukan dengan urutan:
1. Nilai rata-rata rapor lima semester,
2. Jarak tempat tinggal,
3. Usia calon siswa.
“Jadi, domisili bukan sekadar soal zonasi seperti yang selama ini disalahpahami masyarakat. Karena itu, kami mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan SPMB, khususnya di jenjang SMAN,” tegas Puji Iman melalui pesan WhatsApp, Senin (7/7/2025).
Ia menyebutkan gejolak dan penolakan terjadi di berbagai sekolah, seperti SMAN 3, SMAN 4, SMAN 6, dan SMAN 10. “Itu menunjukkan masih lemahnya pemahaman publik terhadap sistem yang berlaku. Jangan sampai tujuan baik SPMB justru menciptakan ketimpangan baru,” lanjutnya.
Mengacu pada Pasal 2 Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025, SPMB memiliki tujuan antara lain:
* Memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh murid untuk mendapatkan layanan pendidikan berkualitas yang dekat dengan tempat tinggal;
* Meningkatkan akses pendidikan bagi keluarga tidak mampu dan penyandang disabilitas;
* Mendorong prestasi murid;
* Mengoptimalkan peran serta masyarakat.
Sementara Pasal 3 menegaskan bahwa pelaksanaan SPMB harus objektif, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi.
Puji Iman menilai, kebijakan teknis SPMB tahun ini disusun tanpa melalui uji publik yang memadai. “Evaluasi menyeluruh sangat diperlukan. Terutama dalam aspek sosialisasi dan pemahaman terhadap regulasi baru,” katanya.
YLPKP merekomendasikan sejumlah poin evaluasi:
1. Perlu sosialisasi yang menyeluruh terhadap Pergub No. 261 Tahun 2025 agar masyarakat memahami mekanisme seleksi.
2. Penerimaan jalur domisili yang beraroma prestasi justru membuat siswa sekitar sekolah sulit diterima.
3. Penunjukan SMA Swasta sebagai pendamping harus disertai Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang jelas, agar siswa yang tidak diterima di SMAN bisa ditampung secara layak.
4. SPMB di SMA swasta yang bekerja sama dengan pemerintah jangan dilakukan bersamaan waktunya dengan SMAN, agar tidak menutup peluang bagi siswa yang gagal masuk SMAN.
5. Perlu sinergi antara panitia SPMB Provinsi Banten dan Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas), agar siswa berprestasi di bidang tertentu bisa terakomodasi meski tidak unggul secara akademik umum.
“Banyak siswa berprestasi tidak bisa dikurasi karena sistem yang terlalu kaku. Ini ironis, padahal SPMB juga bertujuan mendorong peningkatan prestasi murid,” tutup Puji Iman, yang juga tokoh pendidikan asal Ciputat, Tangerang Selatan.