RATASTV – Dunia pendidikan kembali tercoreng. Sejumlah orang tua calon siswa mengungkap dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 2 Kota Tangerang Selatan. Mereka mengaku ditawari “jalur khusus” dengan mahar sebesar Rp40 juta per siswa oleh oknum sekolah, setelah anak-anak mereka gagal dalam seleksi resmi.
Tawaran itu disampaikan oleh pihak yang diduga bagian dari panitia PPDB atau perantara, dan dilakukan secara tertutup. Beberapa wali murid mengaku dihubungi melalui pesan WhatsApp dan diminta merahasiakan proses tersebut.
“Katanya masih bisa masuk, asal setor Rp40 juta. Bisa transfer ke rekening pribadi atau bayar tunai. Ini jalur khusus dan tidak diumumkan ke publik,” ujar salah satu wali murid kepada media, meminta identitasnya disembunyikan karena khawatir berdampak pada anaknya.
Dugaan pungli ini mulai terungkap setelah sejumlah orang tua yang merasa tidak nyaman dengan prosesnya, memutuskan melapor secara diam-diam kepada media.
Upaya konfirmasi kepada Kepala SMAN 2 Tangsel, Abu Yazid, tidak membuahkan hasil. Pesan dan panggilan tidak direspons. Bahkan ketika media menghubungi nomor panitia PPDB, justru dijawab oleh seseorang yang mengaku anak dari salah satu panitia bernama Cahyana.
“Maaf Pak, ini anaknya Pak Cahyana. Bapak sedang di masjid,” jawabnya singkat.
Respons itu semakin memperkuat dugaan bahwa pihak sekolah tidak transparan dan enggan memberikan klarifikasi atas isu yang mencuat.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Lukman, ketika dikonfirmasi justru melempar tanggung jawab ke pihak sekolah.
“Silakan hubungi langsung Kepala Sekolahnya. Saya sudah sampaikan agar beliau bersedia menjelaskan kepada media,” ujar Lukman.
Namun, hingga berita ini diterbitkan, Kepala SMAN 2 Tangsel masih bungkam tanpa memberikan klarifikasi resmi.
Dugaan manipulasi tidak berhenti pada pungutan liar. Penelusuran media menemukan bahwa jumlah kelas siswa baru yang awalnya 10 kelas, mendadak menjadi 11 kelas, dengan jumlah siswa per kelas meningkat dari 36 menjadi 40 orang.
Padahal, menurut Surat Gubernur Banten Nomor: 261 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis PPDB, hal ini tidak dibenarkan. Penambahan kelas di luar ketentuan itu memperkuat dugaan adanya “pengakomodasian” siswa dari jalur tidak resmi.
Skandal ini menimbulkan kemarahan publik, terutama orang tua siswa dari kalangan kurang mampu yang merasa dirugikan.
“Setiap tahun praktik seperti ini selalu terjadi. Pemerintah tidak boleh terus tutup mata. Harus ada tindakan tegas membongkar jaringan pungli di sekolah negeri favorit,” ujar seorang pemerhati pendidikan di Tangsel.
Praktik ini bukan hanya merusak keadilan dalam sistem pendidikan, tapi juga membuka ruang korupsi dalam proses seleksi siswa. Banyak pihak kini mendesak Kejaksaan, Kepolisian, dan Ombudsman untuk segera turun tangan.
Jika benar terbukti, maka praktik pungli dalam PPDB ini adalah bentuk nyata penyalahgunaan kewenangan dan pengkhianatan terhadap prinsip pendidikan yang adil dan merata. (HDS)