Potret Kawasan Puncak Bogor: Antara Kemewahan Imaji Versus Kenyataan Kumuh dan Daerah Terkorup
RATAS – Selama bertahun-tahun, kawasan Puncak di Bogor identik dengan destinasi kalangan elite, udara sejuk, dan lanskap hijau yang mempesona. Namun di balik citra glamor itu, realitas yang dihadapi warga justru sebaliknya: padat penduduk, kumuh, dan sarat praktik korupsi.
Puncak bukan hanya tentang vila mewah dan tempat wisata. Kawasan ini meliputi sejumlah kecamatan dan desa padat, seperti Cisarua, Megamendung, dan sebagian Babakan Madang. Beberapa desa yang masuk dalam wilayah Puncak antara lain Tugu Selatan, Tugu Utara, Kopo, Leuwimalang, Citeko, dan Batulayang. Kawasan ini juga mencakup destinasi terkenal seperti Kebun Teh Gunung Mas, Taman Safari Indonesia, serta desa wisata Batulayang.
Namun kini, panorama Puncak berubah. Kabel PLN menjuntai tanpa teratur, vila tumbuh liar tanpa pengendalian, dan warung remang-remang bermunculan di pinggir jalan. Tak heran bila kawasan ini disebut-sebut lebih menyerupai pasar malam daripada objek wisata.
“Potret gadis cantik itu kini sudah kumal dan tak sedap dipandang. Kemacetan setiap hari, tumpukan bangunan liar, dan kesemrawutan infrastruktur membuatnya kehilangan daya tarik,” kritik Mang Engkos, tokoh muda Sunda yang vokal terhadap isu pemerintahan lokal, melalui pesan WhatsApp, Rabu, 2 Juli 2025
Ia menilai bahwa kekumuhan kawasan Puncak tak lepas dari lemahnya tata kelola dan minimnya visi pembangunan berkelanjutan. Lebih jauh, ia bahkan menyebut kawasan ini sebagai salah satu yang terkorup di Jawa Barat—sebuah tudingan keras yang mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap pemimpin daerah.
“Kekumuhan ini mungkin akibat ulah para pejabat yang tamak dan tak mampu menjaga warisan kearifan lokal. Padahal, Puncak punya potensi besar,” ujar Mang Engkos.
Menurutnya, jika dikelola dengan visi dan keberanian seperti BSD City atau Summarecon, kawasan Puncak bisa bertransformasi menjadi kawasan bisnis terpadu yang modern dan tertata. Namun, hal itu memerlukan sosok pemimpin yang berani mengambil gebrakan nyata.
“Sekarang sudah era modern. Puncak tidak bisa dibiarkan jadi kawasan semrawut seperti ini. Kumuh dan kotor sekali,” tandasnya.
Data Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bogor menunjukkan potensi ekonomi daerah yang cukup besar. Tahun 2024, realisasi PAD mencapai Rp4,55 triliun, melampaui target APBD sebesar Rp4,44 triliun. Untuk tahun 2025, target PAD bahkan ditingkatkan menjadi Rp5,145 triliun.
Namun, besarnya PAD tidak serta-merta mencerminkan pemerataan pembangunan, terutama di kawasan vital seperti Puncak. Kritik pun mengalir, mempertanyakan keberanian pejabat pemerintah daerah dalam menjadikan Puncak sebagai magnet investasi dan pembangunan yang lebih tertata.
“Apakah tidak ada keberanian dari pejabat Kabupaten Bogor untuk menjadikan kawasan Puncak sebagai daya tarik investasi nasional?” tukas Mang Engkos.
Ia menekankan, PAD yang besar seharusnya digunakan untuk menata kawasan yang strategis seperti Puncak, bukan justru membiarkannya menjadi potret kegagalan tata kota.
Kini, harapan masyarakat terletak pada munculnya pemimpin yang berani melakukan terobosan. Sosok yang tak hanya menyulap citra, tapi juga membenahi wajah Puncak secara nyata—menjadi bersih, tertib, menarik, dan memberi manfaat ekonomi luas bagi masyarakat.