Cyber Safe Kids: Siswa Yogyakarta Jadi Garda Terdepan Literasi Keamanan Digital
RATASTV — Suasana semarak memenuhi aula Museum Sandi saat puluhan pelajar dari 40 SMP di Yogyakarta mengikuti program literasi digital Cyber Safe Kids, yang digelar pada 28 Juli 2025. Program ini merupakan hasil kolaborasi Indonesia Women in Cyber Security (IWCS) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui inisiatif GELITIKS (Gerakan Literasi Keamanan Siber). Tujuannya: menanamkan kesadaran akan pentingnya keamanan digital sejak dini.
Dengan pendekatan edukatif melalui teater mini yang ringan, visual, dan interaktif, para siswa dan guru diajak memahami ancaman digital serta cara melindungi diri di dunia maya secara menyenangkan dan aplikatif.
Belajar Siber Lewat Cerita dan Aksi
Program ini dikemas secara teatrikal agar lebih dekat dengan keseharian anak-anak. Selama sekitar satu jam, peserta diajak menjelajahi skenario nyata di dunia digital—mulai dari cyberbullying, akun palsu, konten hoaks berbasis AI, hingga pentingnya menjaga privasi dan jejak digital.
“Acara ini beda dari biasanya. Kita diajak mikir, main, dan bisa tanya bebas soal internet,” ujar seorang siswa kelas 7 dari SMP di Kota Yogyakarta.
Siswa Aktif Bertanya, Guru Ikut Terlibat
Sesi berlangsung dinamis. Para siswa antusias mengajukan pertanyaan kritis—dari cara mengenali akun palsu, memahami apa itu deepfake, hingga mengapa hoaks bisa menyebar begitu cepat. Para guru turut terlibat aktif, memfasilitasi diskusi dan mendorong siswa untuk berani bertanya.
“Anak-anak sangat pintar, tapi mereka juga perlu dibimbing. Internet bisa jadi tempat yang menyenangkan, tapi juga penuh risiko,” kata Ketua IWCS Eva Noor dalam keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).
Salah satu fasilitator IWCS menambahkan, “Ini bukti bahwa anak-anak bukan hanya pengguna internet, tapi juga peduli dan ingin memahami. Kita hanya perlu memberi ruang.”
Rikson Gultom dari BSSN turut menggarisbawahi pentingnya kegiatan ini.
“Anak-anak sangat antusias dan kritis. Bahkan ada yang bertanya, kenapa cyberbullying masih marak meski sudah banyak kampanye. Ini membuktikan pentingnya literasi digital sejak dini,” ujarnya.
Museum Sandi, Ruang Belajar Bersejarah
Berbeda dari kegiatan literasi digital lainnya, program ini digelar di Museum Sandi Yogyakarta—satu-satunya museum kriptografi di Indonesia. Museum ini menjadi latar yang historis untuk mengenalkan pelajar pada pengamanan informasi sejak masa perjuangan kemerdekaan.
“Seru banget! Baru kali ini ikut kegiatan digital di tempat bersejarah,” ungkap salah satu siswi.
Melalui pendekatan ini, siswa diajak menyadari bahwa perlindungan data dan informasi bukan hanya soal teknologi masa kini, tetapi juga bagian dari warisan perjuangan bangsa.
Mendorong Siswa Jadi Agen Literasi
IWCS tak ingin pesan berhenti di ruang kelas. Para siswa didorong menjadi agen literasi digital di lingkungan mereka—membagikan pemahaman kepada adik, teman, hingga orang tua.
“Anak-anak bisa menjadi agen perubahan. Mereka bisa menyampaikan pentingnya menjaga privasi atau tidak sembarangan klik ke orang-orang terdekat,” kata Eva Noor.
IWCS juga membekali peserta dengan materi cetak edukatif agar pesan literasi digital menjangkau komunitas yang lebih luas.
Target 70 Sekolah hingga Akhir 2025
Cyber Safe Kids merupakan bagian dari inisiatif IWCS bertajuk Perempuan Pelita Digital. Hingga akhir 2025, program ini ditargetkan menjangkau setidaknya 70 sekolah di berbagai daerah di Indonesia.
Tingginya antusiasme siswa, keterlibatan guru, serta dukungan BSSN dan Museum Sandi menjadi fondasi kuat keberlanjutan program ini.
Menuju Generasi Digital yang Cerdas
Dengan pendekatan yang menyenangkan dan kontekstual, Cyber Safe Kids menjadikan literasi digital sebagai pengalaman belajar yang berkesan.
“Menjadi warga digital yang cerdas bukan hanya tugas orang dewasa—anak-anak pun bisa berkontribusi dalam menciptakan masa depan digital yang aman dan inklusif,” tutup Eva Noor.