RATASTV – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, menegaskan bahwa konsep restorative justice sejatinya berakar dari kearifan lokal bangsa Indonesia, bukan gagasan impor dari hukum kolonial Belanda. Hal tersebut ia sampaikan saat membahas urgensi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar selaras dengan KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
“Restorative justice itu sebenarnya bagian dari nilai-nilai luhur Indonesia. Sebelum Belanda datang membawa KUHP, tidak ada kebiasaan saling memenjarakan. Semua persoalan diselesaikan dengan cara berdamai dan salaman,” ujar Hinca kepada Parlementaria usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik dalam rangka Serap Aspirasi RUU KUHAP di Mapolda Jambi, Jumat (12/9/2025).
Ia mencontohkan berbagai kisah klasik Nusantara, seperti legenda Hang Tuah dan Hang Jebat di Tanah Melayu, yang menggambarkan penyelesaian konflik tanpa melalui pengadilan. Menurutnya, sejak diberlakukannya hukum pidana kolonial Belanda berdasarkan Staatsblad 1915 No. 732 pada tahun 1918, budaya penyelesaian damai bangsa Indonesia mulai terpinggirkan. “Karena dia penjajah, kita dijajah. Maka melawan penjajah, masuk penjara,” ujarnya.
Hinca menilai hadirnya KUHP baru menjadi tonggak penting karena dibangun atas semangat demokrasi dan nilai-nilai kearifan lokal. Untuk itu, ia menegaskan revisi KUHAP harus mampu mengintegrasikan prinsip restorative justice secara menyeluruh dalam sistem hukum nasional.
“Selama ini aturan tentang restorative justice masih tersebar di berbagai lembaga, mulai dari Kejaksaan, Kepolisian, hingga Mahkamah Agung. Ke depan, tidak boleh lagi ada aturan yang berjalan sendiri-sendiri. Semuanya harus diatur dalam KUHAP agar berlaku secara nasional dan konsisten,” tegasnya. (HDS)