banner

100 Tahun Hasan Tiro: Antara Mimpi, Realitas, dan Warisan

Jumat, 26 September 2025 19:57 WIB
Oleh: Diaz
pendiri-gerakan-aceh-merdeka-tgk-hasan-tiro_20171203_232204

100 Tahun Hasan Tiro: Antara Mimpi, Realitas, dan Warisan

RATASTV – Seratus tahun Hasan Tiro. Angka ini bukan hanya penanda umur seorang tokoh seandainya ia masih hidup, melainkan juga pengingat bahwa sejarah Aceh pernah diguncang oleh seorang anak muda yang berani menantang arus zaman. Hasan di Tiro, lahir pada 24 September 1925, menjelma bukan sekadar pribadi, tetapi simbol dari perlawanan, mimpi, dan juga luka yang panjang.

Ketika kita menyebut namanya, yang terbayang sering kali hanyalah “pendiri Gerakan Aceh Merdeka (GAM).” Namun Hasan Tiro lebih dari itu. Ia seorang intelektual yang menulis, seorang aktivis yang menolak tunduk pada narasi tunggal negara, dan seorang pewaris ingatan sejarah Aceh yang terus percaya bahwa bangsanya punya hak menentukan jalan hidup sendiri.

Antara Cita-cita dan Realitas
Hasan Tiro bermimpi tentang Aceh yang merdeka. Dalam banyak tulisannya, ia menggambarkan Aceh sebagai bangsa yang pernah berdaulat, lalu ditelan oleh arus kolonialisme dan kemudian oleh sentralisme Jakarta. Namun realitas hari ini jauh berbeda: Aceh tidak merdeka dalam arti berdiri sendiri, melainkan hidup dalam bingkai Republik Indonesia dengan status self government.

Perjanjian Helsinki 2005 menjadi titik balik. Senjata diletakkan, damai ditegakkan. Yang lahir kemudian adalah otonomi khusus, DPRA, Wali Nanggroe, dan dana triliunan rupiah yang mengalir setiap tahun. Pertanyaannya: apakah ini kemenangan atau kekalahan Hasan Tiro? Ada yang menyebutnya kompromi cerdas, ada pula yang menilainya sebagai jalan tengah agar darah berhenti tumpah.

Warisan yang Terlupakan
Seratus tahun kelahirannya seharusnya menjadi momentum membaca kembali warisan intelektualnya. Hasan Tiro bukan hanya seorang komandan perang, tapi juga pemikir. Karyanya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Hasan di Tiro adalah catatan penting tentang bagaimana ia melihat sejarah Aceh dan dunia. Sayangnya, di Aceh hari ini warisan pemikiran itu sering kali tenggelam, kalah oleh euforia dana otsus, proyek pembangunan, dan panggung politik praktis.

Generasi muda Aceh perlu diajak mengenal Hasan Tiro bukan semata-mata sebagai “pendiri GAM,” tetapi sebagai seorang pemuda Aceh yang berani bermimpi besar, melawan arus, dan menulis dengan keyakinan.

Momentum Refleksi untuk Generasi Muda
Seratus tahun Hasan Tiro adalah cermin. Pertanyaannya bukan lagi apakah Aceh harus merdeka atau tidak, tetapi bagaimana Aceh hari ini memaknai perjalanan panjang itu. Apakah generasi muda hanya akan mengenang Hasan Tiro sebagai foto di dinding dan nama yang disebut saat kampanye politik? Atau justru mengambil semangatnya untuk berani bermimpi, kritis, dan memperjuangkan masa depan Aceh yang lebih bermartabat?

Seratus tahun bukan hanya tentang Hasan Tiro, tetapi tentang Aceh sendiri. Apakah kita mampu mengelola damai menjadi sejahtera? Apakah kita berani menghidupkan kembali intelektualitas dalam politik, bukan sekadar memuja dana otsus? Dan apakah kita bisa belajar dari seorang tokoh yang berani bermimpi, bahwa Aceh tidak boleh kehilangan harga dirinya.

Hasan Tiro di usia seratus tahun kelahirannya adalah sosok yang tetap relevan untuk direnungkan. Bukan untuk disakralkan, bukan pula untuk dikutuk. Melainkan untuk dijadikan kaca: bahwa Aceh pernah punya seorang anak muda yang berani menantang sejarah dengan ide besar. Tugas generasi sekarang adalah memastikan mimpi itu tidak berhenti di simbol, melainkan hadir dalam kenyataan: Aceh yang damai, adil, dan bermartabat.

Oleh: Aulia Halsa (Founder Pajak Literasi).

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung