banner

Dedolarisasi atau Krisis Baru? Indonesia Harus Belajar dari Sejarah Dolar

Sabtu, 20 September 2025 14:33 WIB
Oleh: Diaz
rupiahdollar020718-1

Dedolarisasi atau Krisis Baru? Indonesia Harus Belajar dari Sejarah Dolar

RATASTV – Indonesia saat ini menghadapi tantangan fundamental dalam memperkuat perekonomiannya. Mulai dari pelemahan kurs rupiah, inflasi yang menekan daya beli masyarakat, cadangan devisa dan energi yang belum stabil, hingga budaya korupsi yang menghambat pertumbuhan. Kondisi ini membuat masyarakat menengah ke bawah semakin terhimpit, dengan harga pangan, listrik, pendidikan, dan layanan kesehatan yang terus naik sementara kenaikan gaji tidak seimbang.

Langkah nyata diperlukan dari pemerintah agar kepercayaan publik tidak semakin tergerus. Sejarah membuktikan bahwa penguasaan terhadap mata uang dan cadangan emas menjadi kunci dominasi ekonomi global. Amerika Serikat, pasca kemenangan Perang Dunia II, berhasil menjadikan dolar sebagai mata uang internasional melalui Konferensi Bretton Woods 1944. Meskipun sistem itu runtuh pada 1971, dominasi dolar tetap terjaga berkat lahirnya Petrodollar 1974 yang mengikat perdagangan minyak dunia dengan USD. Kini, langkah BRICS mendorong dedolarisasi menjadi tantangan baru untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.

“Pemerintah harus lebih peka terhadap dinamika global. Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton, melainkan harus menyiapkan strategi agar rupiah kuat dengan cadangan emas, energi, dan industrialisasi yang tangguh,” ujar Dr. Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menekankan perlunya strategi jangka panjang.

Bank Indonesia mencatat cadangan devisa Indonesia per Agustus 2025 mencapai USD 146,3 miliar, cukup untuk membiayai lebih dari enam bulan impor. Namun, jumlah ini masih jauh dibandingkan Tiongkok yang memiliki lebih dari USD 3 triliun. Di sisi lain, angka pengangguran terbuka Indonesia masih berada di kisaran 5,3%, sementara inflasi pangan pada kuartal II 2025 menembus 4,5% year-on-year, menekan daya beli masyarakat.

Pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah, mulai dari digitalisasi rupiah melalui Proyek Garuda, insentif bagi eksportir yang menggunakan rupiah, hingga rencana diversifikasi cadangan devisa. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penguatan pasar obligasi rupiah dan pembangunan sektor industri berbasis energi akan menjadi fondasi penting untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.

Indonesia perlu belajar dari sejarah dunia. Dominasi ekonomi tidak hanya lahir dari kekuatan militer, tetapi juga dari otoritas moneter, penguasaan energi, serta kualitas sumber daya manusia. Pemerintah bersama masyarakat harus bergandengan tangan: pemerintah bekerja dengan kompeten dan transparan, sementara masyarakat berperan aktif mendukung kebijakan yang baik serta mengkritisi yang buruk.

Dedolarisasi bukan sekadar wacana, melainkan pertaruhan kedaulatan ekonomi bangsa. Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton ketika dunia bergerak meninggalkan dominasi dolar. Negeri ini harus berani berdiri di atas kaki sendiri, dengan rupiah yang kuat, cadangan energi yang mandiri, serta industri yang berpihak pada kekayaan lokal.

Langkah nyata harus segera dilakukan: perbesar cadangan emas, manfaatkan energi terbarukan, hentikan ekspor bahan mentah, dan percepat digitalisasi rupiah agar diakui dunia. Lebih dari itu, bersihkan negeri ini dari budaya korupsi yang selama ini menggerogoti kepercayaan publik. Tanpa integritas, semua strategi hanya akan berakhir menjadi retorika.

Jika pemerintah konsisten, dan rakyat berani mengawal dengan kritis, maka dedolarisasi bukanlah mimpi kosong. Inilah kesempatan emas bagi Indonesia untuk menulis sejarah baru: dari bangsa yang bergantung, menjadi bangsa yang berdaulat dan disegani di panggung dunia

Penulis Farid Duha, Mahasiswa Program Studi Agribisnis Universitas Syiah Kuala

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung