RATASTV – Desakan agar aparat penegak hukum segera menetapkan dua mantan menteri, Ario Bimo Nandito Ariotedjo (eks Menpora) dan Budi Arie Setiadi (eks Menteri Koperasi sekaligus eks Menteri Komunikasi Digital), sebagai tersangka terus menguat. Dorongan ini muncul pasca-reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9/2025).
Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai reshuffle tidak cukup untuk membersihkan kabinet dari praktik korupsi. Ia menegaskan, penegak hukum harus segera mengambil langkah konkret.
“Kalau sekadar reshuffle itu biasa. Yang luar biasa adalah memproses hukum para menteri yang kuat terindikasi korupsi,” ujar Hudi, Rabu (10/9/2025).
Nama Dito Ariotedjo terseret dalam persidangan kasus BTS Kominfo. Ia disebut menerima Rp27 miliar dari terpidana Irwan Hermawan untuk mengondisikan perkara di Kejaksaan Agung. Meski dana itu dikembalikan, Hudi menekankan bahwa penerimaan tersebut sudah memenuhi unsur tindak pidana.
“Begitu uang diterima, maka niat tertentu sudah disetujui. Itu sudah masuk tindak pidana meskipun kemudian dikembalikan,” tegasnya.
Sementara itu, Budi Arie disebut dalam persidangan meminta jatah 50 persen dari praktik pengamanan situs judi online. Menurut Hudi, bukti yang terungkap di persidangan cukup untuk dijadikan dasar penetapan tersangka.
“Sejak awal seharusnya yang bersangkutan bisa ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima aliran dana dari berbagai sumber. Jaksa jangan ragu jika buktinya sudah cukup,” tambahnya.
Dalam reshuffle terakhir, lima kursi menteri berganti, termasuk posisi Dito dan Budi Arie. Namun, pengamat menekankan bahwa pergantian kabinet tidak boleh dijadikan pengalihan isu dari kewajiban penegakan hukum terhadap dugaan korupsi BTS Kominfo dan praktik judi online.