Ada beberapa pandangan menarik dari tokoh tersebut tentang bagaimana semestinya umat dalam melihat rangkaian kata Hubbud dunya dan zuhud.
Cinta akan dunia manakala kekayaan yang diperolehnya ia dapatkan dengan cara-cara sesuai syariat Islam atau dengan kata lain menghindari proses yang terlarang dalam Islam. Dunia yang ada di genggamannya untuk selanjutnya dipergunakannya di jalan Allah. Raihlah duniamu untuk kebahagiaan akhiratmu.
Mengapa demikian?
Prinsip memaksimalkan kemanfaatan secara meluas adalah terminologi yang digunakan.
Sedangkan proses meraih tujuan di atas adalah dengan menjalani selama kehidupan di dunia ini dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.
Mengapa penuh perjuangan dan pengorbanan?
Condong serta sabar untuk istiqomah tidak melakukan seperti melawan rasa malas, pesimis, prasangka buruk dengan keadaan disekitarnya, serakah, pembohong, ego atau ingin menang sendiri dan lain-lain. Semua itu dilakukan semata-mata diniatkan dalam rangka hanya beribadah kepada Allah dengan ujung pada akhirnya adalah dalam rangka meraih kebahagiaan di akherat kelak.
Sebaliknya hubbud dunya yang terlarang dalam Islam apabila mendorong umat berlaku atau bersikap cinta dunia secara berlebihan dan menganggap dunia sebagai tujuan utama, yang menyebabkan seseorang lalai dalam beribadah, melupakan akhirat, dan tergelincir ke dalam sifat-sifat tercela seperti rakus, kikir, dan sombong.
Hal ini senada dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan cinta dunia sebagai salah satu penyebab kelemahan jiwa umat di akhir zaman. Dengan kata lain kekayaan di dunianya tidak menjadikannya cinta secara berlebihan sehingga lupa tujuan hidup untuk beribadah.
Begitu pula dengan pemahaman tentang zuhud, umat harus sadar bahwa keterikatan kecintaan pada akherat tidak harus diartikan meninggalkan kebahagiaan dunia, namun perspektif yang dibangun adalah tetap hidup sederhana dan gemar menolong meskipun dalam kondisi kelimpahan harta dan rezeki.
Mengapa demikian?
Lihatlah sepanjang kehidupan Rasul sebelum beliau diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul, sesungguhnya selama 25 tahun beliau menjadi pengusaha sukses pada zamannya.
Zuhud adalah dunia di tangan akan tetapi tidak menjadikan lemah dan menghambat untuk tetap beribadah namun sebaliknya mendorong berlomba-lomba untuk menjadikan dirinya menjadi manusia mulia dihadapan Allah dengan menjadikan dirinya manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Kaya dengan kesabaran untuk tidak berlaku maksiat.
Kaya dalam jalan yang halal dan thoyib.
Kaya namun senantiasa dalam kesederhanaan dan tidak pamer.
Kaya namun rendah hati dan tidak sombong serta peduli menolong orang lain.
Dunia harus diambil dan diraih karena dengan dunia bisa mewujudkan kebahagiaan di akherat dengan menjadikan diri kita lebih bermanfaat bagi umat atau orang lain selama hidup di dunia.
Meraih dunia harus dengan ilmu namun memperoleh ilmu harus memiliki keluangan ekonomi.
Sehingga dengan demikian bagi seorang muslim wajib untuk menjadi kaya dengan syarat;
1. Didapatkan dengan cara halal dan thoyib.
2. Todak sombong
3. Sederhana
4. Tidak merusak
5. Berbagi
Apabila kamu ingin kaya, wujudkan lah impian itu dengan mencontoh kehidupan nabi dalam berniaga atau berbisnis. Karena “sesungguhnya pada diri rasulullah saw. terdapat suri tauladan khasanah” berarti bahwa dalam diri Nabi Muhammad SAW terdapat teladan atau contoh terbaik yang patut diikuti oleh umat Muslim. “Uswatun hasanah” adalah istilah Al-Qur’an (Surah Al-Ahzab ayat 21).
Semoga kita kaya di dunia dan bahagia di akherat.
Oleh:
Pa’ Dhe Noer