banner

Prof. Djohermansyah Djohan: Himbauan Hidup Sederhana Pejabat Tak Cukup, Perlu Pedoman Etika Pemerintahan

Rabu, 3 September 2025 21:27 WIB
Oleh: Diaz
IMG-20250903-WA0045

Prof. Djohermansyah Djohan: Himbauan Hidup Sederhana Pejabat Tak Cukup, Perlu Pedoman Etika Pemerintahan

RATASTV – Guru Besar IPDN sekaligus mantan Dirjen Otonomi Daerah, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, menyoroti maraknya kembali fenomena flexing pejabat maupun keluarganya di ruang publik, terutama melalui media sosial.

Menurutnya, himbauan pemerintah yang disampaikan Mendagri Tito Karnavian agar pejabat hidup sederhana tak akan berdampak nyata jika hanya berupa retorika tanpa regulasi dan program yang jelas.

“Himbauan lemah tidak punya dasar regulasi dan tidak punya program yang bisa diikuti pejabat pusat dan daerah. Kalau hanya bicara sederhananya, tanpa pedoman perilaku, orang bisa memaknainya bebas-bebas saja,” ujar Prof. Djo dalam perbincangan dengan Radio Idola Semarang, Rabu (3/9/2025).

*Perlu Pedoman Perilaku Pejabat*

Prof. Djo menekankan pentingnya pedoman perilaku penyelenggara negara atau government ethics yang dijalankan mulai dari Presiden, kemudian diturunkan ke seluruh pejabat di pusat maupun daerah. Pola hidup sederhana, katanya, harus dijalankan konsisten agar publik merasakan teladan nyata.

“Kalau memang pola hidup sederhana dianggap penting, harus segera dibuat program dan aturan mainnya. Jangan hanya jadi slogan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, pada era Presiden Soeharto, program hidup sederhana sempat masuk agenda kabinet, meski kemudian dilupakan. Kini, menurutnya, agenda itu menghilang dari Asta Cita maupun Nawa Cita, sementara gaya hidup berlebihan pejabat justru kembali marak.

*Dari Urusan Pribadi hingga Tugas Negara*

Prof. Djo menilai pedoman hidup sederhana harus mencakup semua aspek, mulai dari urusan pribadi pejabat dan keluarga, pesta pernikahan, hingga perjalanan dinas ke luar negeri yang tidak penting.

“Pemimpin nomor satu di pusat dan daerah harus memberi teladan. Ingat, rakyat bilang penyelenggara negara itu karyawannya, yang bekerja untuk rakyat dari hasil pungutan pajak,” ujarnya.

*ASN Sudah Punya Pedoman, Pejabat Politik Tidak*

ASN, kata Prof. Djo, sejak prajabatan sudah dibekali pedoman perilaku karena statusnya sebagai abdi negara. Namun berbeda dengan pejabat politik, terutama non-ASN seperti politisi, artis, atau selebriti yang langsung menduduki jabatan publik tanpa pembekalan etika yang memadai.

“Biasanya justru di luar ASN yang sering glamour. Politisi-seleb yang sebelumnya terbiasa hidup mewah, lalu masuk sebagai pejabat negara, tidak cepat bisa menyesuaikan. Mereka tidak punya dasar pembekalan etika seperti ASN,” paparnya.

Karena itu, Prof. Djo menyarankan partai politik menyiapkan mekanisme pembekalan etika penyelenggara negara bagi kadernya, terutama artis atau figur publik yang akan duduk di parlemen.

*Pentingnya Kontrol dan Pengawasan*

Meski pedoman dibuat, Prof. Djo menegaskan implementasi harus diawasi secara ketat. Tanpa pengawasan, regulasi hanya akan berhenti di atas kertas.

“Pengawasan lembaga pemerintahan utamanya para pimpinan harus ketat, tapi masyarakat juga ikut mengamati sebagai watch dog. Jika ada pedoman perilaku resmi, publik bisa menilai apakah pejabat mematuhinya atau tidak,” ujarnya.

Prof. Djo menegaskan, negara tidak cukup hanya memberi himbauan, melainkan perlu melahirkan regulasi berupa UU Etika Pemerintahan yang dapat dijadikan pedoman perilaku penyelenggara negara.

“Dengan adanya UU Etika Pemerintahan, flexing pejabat dan keluarganya yang memicu kegaduhan sosial bisa dicegah. Publik pun lebih percaya bahwa pejabat memang layak menjadi teladan bagi rakyat,” pungkasnya.

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung