banner

Nyawa Terlindas: DPR dan Polisi Gagal Menjaga Rakyat

Jumat, 29 Agustus 2025 11:52 WIB
Oleh: Diaz
Demo-di-Jakarta (1)

Nyawa Terlindas: DPR dan Polisi Gagal Menjaga Rakyat

RATASTV, –  Luka Nyata Demokrasi, kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 20 tahun, di depan Gedung DPR pada Kamis petang, bukan sekadar berita singkat atau angka statistik. Ini adalah luka nyata bagi demokrasi kita, duka yang mencerminkan kegagalan aparat kepolisian dan DPR dalam menjaga keselamatan warga. Nyawa manusia hilang saat mereka menyuarakan pendapat suara yang seharusnya dilindungi oleh negara, bukan menjadi korban prosedur yang salah dan kebijakan pengamanan yang cacat.

Affan dilaporkan terpeleset saat menyeberang jalan di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, saat aksi demonstrasi menolak kenaikan tunjangan DPR berlangsung. Rantis Brimob yang melaju kencang tidak sempat menghentikan laju kendaraan, dan Affan tewas di tempat. Tujuh anggota Brimob kini diperiksa Propam Mabes Polri, sementara Kapolri Listyo Sigit Prabowo meminta maaf dan menanggung biaya pemakaman. Namun permintaan maaf dan kompensasi finansial tidak menutupi fakta bahwa prosedur pengamanan yang salah menewaskan warga sipil.

Kesalahan Polisi

Kesalahan pertama jelas ada pada aparat kepolisian. Penempatan rantis Brimob di tengah massa bukan sekadar kelalaian, tetapi pengabaian nyawa warga. Aparat bertindak seolah mengutamakan kekuatan dan keamanan kendaraan, bukan keselamatan manusia. SOP pengamanan massa seharusnya memastikan kendaraan taktis tidak berada di jalur lalu lintas yang ramai atau di tengah kerumunan. Nyatanya, nyawa Affan melayang, membuktikan kegagalan prosedur dan koordinasi di lapangan.

Kesalahan DPR

Kesalahan kedua ada pada DPR. Sebagai pihak yang menjadi tujuan demo, DPR memiliki tanggung jawab moral dan politik. Kebijakan pengamanan, termasuk persetujuan penggunaan kendaraan taktis, jelas mengabaikan keselamatan warga sipil. Hal ini menegaskan DPR harus bertanggung jawab atas kebijakan yang menimbulkan korban. DPR tidak bisa bersikap pasif atau mengalihkan tanggung jawab sepenuhnya ke polisi. Nyawa Affan adalah cermin nyata dari kegagalan institusi legislatif dalam melindungi rakyatnya sendiri.

Sorotan Publik

Reaksi publik pun keras dan wajar. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengecam pendekatan represif aparat dan menuntut keselamatan warga lebih diutamakan. Di media sosial, warganet menulis:

“Ini bukan demo, ini perang melawan rakyat.”

Beberapa komentator menyatakan kematian Affan adalah simbol kegagalan negara dalam menyeimbangkan hak sipil dan keamanan. Bahkan keluarga Affan menyampaikan kesedihan mereka:

“Kami kehilangan anak, bukan karena salahnya, tapi karena negara lalai menjaga keselamatan warganya.”

Kasus ini menyoroti masalah akuntabilitas. Tujuh anggota Brimob diperiksa, tetapi pertanyaan besar tetap ada: siapa yang menandatangani SOP pengamanan ini? Apakah evaluasi risiko dilakukan sebelum demo? Kenapa kendaraan taktis ditempatkan di tengah massa tanpa jalur aman bagi warga? Semua ini menunjukkan kesalahan struktural yang melibatkan polisi dan DPR, dan tanpa jawaban yang jelas, publik akan terus meragukan niat dan kompetensi institusi.

Sejarah yang Berulang

Sejarah menunjukkan pola serupa. Dari tragedi Trisakti 1998 hingga insiden demo mahasiswa dan buruh di era reformasi, ketika prosedur pengamanan gagal dan DPR atau pemerintah tidak mengevaluasi risiko secara serius, rakyatlah yang membayar harga tertinggi. Affan adalah korban terbaru dari pola yang sama: nyawa rakyat yang hilang akibat kegagalan institusi negara.

Momentum Reformasi

Tragedi Affan adalah pengingat keras bahwa tindakan salah polisi dan kebijakan DPR bisa berujung pada hilangnya nyawa rakyat. Reformasi prosedur pengamanan harus segera dilakukan. Polisi harus meninjau ulang SOP, pelatihan, dan koordinasi lapangan, sementara DPR harus memastikan kebijakan pengamanan tidak menempatkan warga sebagai korban. Demokrasi yang manusiawi tidak boleh mengorbankan nyawa rakyat demi keamanan kendaraan atau prosedur kaku.

Affan mungkin telah tiada, tetapi nyawanya bisa menjadi momentum penting untuk memperbaiki praktik pengamanan, membangun akuntabilitas, dan mengingatkan semua pihak: nyawa rakyat tidak bisa ditukar dengan prosedur atau kekuatan yang salah.

Jika nyawa rakyat bisa hilang hanya karena kesalahan polisi dan kebijakan DPR, maka negara bukanlah pelindung, tetapi ancaman bagi rakyatnya sendiri. Tragedi Affan harus menjadi cermin: akuntabilitas, keselamatan, dan kemanusiaan tidak bisa ditawar.

Publik, serikat pekerja, keluarga korban, bahkan media internasional kini menyorot tragedi ini. Semua menuntut jawaban, pertanggungjawaban, dan perubahan nyata. DPR dan polisi tidak lagi bisa berlindung di balik prosedur. Nyawa rakyat adalah harga tertinggi yang harus dijaga, bukan diabaikan. Affan tidak boleh menjadi korban yang sia-sia; kematiannya harus menjadi momentum reformasi demokrasi yang sesungguhnya.

Oleh Aulia Halsya SH

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung