RATASTV – Keberadaan Silfester Matutina di PT RNI (Persero) atau ID Food terus menuai sorotan. Ketua Umum Solidaritas Merah, organisasi relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu, masih tercatat sebagai Komisaris Independen berdasarkan SK Menteri BUMN No. SK-58/MBU/03/2025 tanggal 18 Maret 2025. Namun, posisinya menjadi polemik lantaran ia sudah divonis 1,5 tahun penjara sejak 2019 dalam kasus penghinaan terhadap Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI.
Pantauan Tribunnews.com di kantor ID Food di Waskita Rajawali Tower, Jakarta Timur, memperlihatkan aktivitas perkantoran berjalan normal. Namun, sejumlah pegawai menyebut keberadaan Silfester jarang terlihat. Sutarman (nama samaran), salah seorang pegawai, mengatakan dirinya tak pernah bertemu langsung dengan Silfester karena ruang kerja berbeda lantai. Ia juga menyebut ada memo internal yang menyatakan Silfester sudah tidak lagi aktif menandatangani dokumen.
“Kalau secara legal kami tidak tahu, tapi sudah ada edaran internal. Kayaknya sudah enggak menjabat lagi,” ujarnya.
Seorang petugas keamanan gedung, Zulkarnain (nama samaran), mengaku Silfester memang beberapa kali hadir, namun lebih sering mengikuti rapat secara virtual. Ia juga membenarkan pernah ada aksi unjuk rasa di depan gedung menuntut eksekusi putusan kasasi terhadap Silfester.
Di sisi lain, Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis menilai lambannya eksekusi Silfester lebih dipengaruhi faktor politik. Ahmad Khozinudin, kuasa hukum Roy Suryo, bahkan menyebut masih adanya “pengaruh Geng Solo” di lingkaran kekuasaan yang membuat proses hukum terhambat. Ia menegaskan salinan putusan kasasi Mahkamah Agung sudah diterima Kejari Jakarta Selatan sejak 2019 sehingga tidak ada alasan penundaan.
“Kendalanya bukan hukum, tapi politik. Putusan sudah inkrah sejak enam tahun lalu, tapi eksekusi tak kunjung dilakukan,” kata Ahmad di Kejagung.
Ia menambahkan pihaknya telah mengirim surat resmi kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, meminta agar Kejari Jakarta Selatan segera mengeksekusi Silfester, sekaligus dilakukan audit kinerja dan keuangan terhadap kejaksaan terkait.
Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkum Anang Supriatna membantah adanya intervensi politik. Menurutnya, perintah eksekusi sebenarnya sudah pernah diterbitkan sejak 2019, tetapi tertunda karena berbagai kendala, termasuk pandemi Covid-19.
“Sudah ada perintah eksekusi, silakan cek. Tapi waktu itu pandemi membuat pelaksanaan tertunda,” ujarnya.
Silfester sendiri sebelumnya menegaskan sudah berdamai dengan Jusuf Kalla. Namun, pihak Kejaksaan menegaskan perdamaian tidak menghapus eksekusi putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. (HDS)