banner

Angka Pengangguran Tembus Satu Juta Lebih, Begini Reaksi DPR RI 

Kamis, 17 Juli 2025 19:38 WIB
Oleh: Marshel
Gedung DPR RI di Jakarta (Foto: parlementaria.com)
Gedung DPR RI di Jakarta (Foto: parlementaria.com)

RATASTV -Data pengangguran berpendidikan sarjana di Indonesia yang telah menembus angka 1.010.652 orang pada tahun 2025 ,memantik perhatian serius Ketua DPR RI Puan Maharani.

Cucu Bung Karno tersebut mengatakan bahwa fakta terkait angka pengangguran itu menunjukkan lemahnya sistem pendidikan, kebijakan ketenagakerjaan, dan arah pembangunan ekonomi nasional secara struktural.

“Kita sedang menghadapi tantangan besar di mana lebih dari sejutaan lulusan sarjana yang masih kesulitan mendapat kerja. Ini menandakan bahwa sistem kita, baik pendidikan maupun pasar kerja, belum terkoneksi dengan kebutuhan nyata dunia usaha dan industri,” kata Puan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (17/7).

Seperti diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan membuka data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait jumlah pengangguran di Indonesia yang mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan universitas alias sarjana.

Dalam data terbaru yang dilaporkan BPS itu, tingkat pengangguran pada Februari berada di angka 4,76 persen dari angkatan kerja RI berdasarkan status pendidikannya.

Di jajaran pertama, jumlah pengangguran paling banyak berasal dari status pendidikan SD dan SMP 2,42 juta orang. Di posisi kedua, ada masyarakat dengan status pendidikan SMA sebanyak 2,04 juta.

Pada posisi ketiga, pendidikan SMK menyumbang pengangguran sebanyak 1,63 juta orang, disusul lulusan universitas ada sebanyak 1,01 juta orang. Terakhir ada lulusan diploma dengan sumbangsih 177,39 ribu orang pengangguran.

Terkait data tersebut, Puan menekankan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut. Menurutnya, Pemerintah harus bertindak cepat dan berani mengambil langkah-langkah korektif secara menyeluruh.

Puan mendorong agar pemerintah mengevaluasi sistem pendidikan tinggi dan SMK, agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja lima hingga sepuluh tahun ke depan.

“Kampus dan SMK harus menjadi bagian dari ekosistem produktif nasional, bukan sekadar pabrik gelar akademik,” tegas mantan Menko PMK itu.

Puan mengusulkan agar pemerintah memfasilitasi pembentukan Pusat Pengembangan Keterampilan Nasional (National Skill Centers) di berbagai wilayah strategis Indonesia.

National Skill Centers itu sebagai tempat pelatihan ulang (reskilling) dan pelatihan lanjutan (upskilling) untuk menjembatani kesenjangan keterampilan antara lulusan pendidikan dan dunia kerja.

“Kita butuh pusat pelatihan berbasis industri yang tanggap terhadap kebutuhan zaman. Mulai dari teknologi digital, pertanian modern, logistik, sampai energi terbarukan. Negara harus hadir menciptakan sistem pembelajaran seumur hidup,” kata Puan.

Puan menilai perlunya kebijakan ekspansi sektor produktif dan investasi lapangan kerja yang fokus pada industri padat karya bernilai tambah, sektor hijau, dan ekonomi digital.

“Regulasi dan insentif fiskal harus diarahkan untuk menciptakan lebih banyak ruang kerja formal, bukan sekadar menumbuhkan sektor informal,” kata Puan.

Puan pun mendorong Pemerintah membangun platform digital terpadu lintas kementerian dengan melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mampu memetakan kebutuhan tenaga kerja sektoral secara dinamis.

“Lintas kementerian ini harus mampu menyambungkan pencari kerja lulusan sarjana/SMK dengan pelatihan dan lowongan kerja yang relevan. Serta menginformasikan proyeksi pekerjaan masa depan berbasis data,” ungkap Puan.

“Selama kementerian dan lembaga masih bekerja dalam sekat masing-masing, masalah pengangguran tidak akan pernah selesai. Kita butuh orkestrasi, bukan solusi parsial,” imbuhnya.

Puan juga menekankan bahwa fenomema pengangguran sarjana adalah potret stagnasi perencanaan pembangunan manusia nasional. Jika tidak segera ditangani, ia menilai bonus demografi yang dimiliki Indonesia bisa berubah menjadi beban sosial dan ekonomi dalam waktu yang tidak lama.

“Negara harus hadir bukan hanya dalam angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam kualitas dan keberlanjutan kesempatan kerja bagi rakyatnya,” pungkas Puan.

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung