RATASTV – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019-2022 yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) terus bergulir.
Terbaru, pada dugaan kasus rasuah pengadaan laptop tersebut Korp Adhyaksa menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Penetapan tersangka empat orang itu disampaikan langsung oleh Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Jakarta, Selasa (15/7).
“Terhadap keempat orang tersebut berdasarkan alat bukti yang cukup penyidik menetapkan sebagai tersangka. Pertama MUL, kedua SW, ketiga IBAM, keempat JS,” kata Abdul Qohar.
Qohar menjelaskan, SW merupakan Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah 2020-2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran.
Sedangkan MUL, merupakan Direktur SMP Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Sementara tersangka JS merupakan staf khusus Mendikbudristek, sedangkan IBAM selaku konsultan mantan Mendikbud periode Maret-September 2020.
Menurut Abdul Qohar, keempat tersangka tersebut bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Keempatnya telah menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu.
“yaitu Chromebook OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi atau TIK dengan menggunakan Chromebook OS pada tahun anggaran 2020 sampai dengan tahun 2022,” kata Qohar.
“Sehingga merugikan keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chromebook OS banyak kelemahan untuk daerah 3T,” imbuhnya.
Abdul Qohar menegaskan bahwa perbuatan para tersangka bertentangan dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
“Akibat perbuatan tersebut negara mengalami kerugian Rp 1,980 triliun,” pungkas Abdul Qohar.
Diketahui, kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022 tengah diusut oleh Kejagung.
Dalam kasus ini penyidik menemukan indikasi adanya pemufakatan jahat melalui pengarahan khusus agar tim teknis membuat kajian pengadaan alat TIK berupa laptop dengan dalih teknologi pendidikan.
Melalui kajian itu dibuat skenario seolah-olah dibutuhkan penggunaan laptop dengan basis sistem Chrome yakni Chromebook.
Padahal hasil uji coba yang dilakukan pada tahun 2019 telah menunjukkan bahwa penggunaan 1.000 unit Chromebook tidak efektif untuk sarana pembelajaran.