RATASTV – Pengusaha minyak kondang Mohammad Riza Chalid resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023. Namun, Riza hingga kini belum berhasil diamankan karena diduga sudah berada di luar negeri, tepatnya di Singapura.
Penetapan tersangka terhadap Riza tercantum dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025, yang dikeluarkan pada 10 Juli 2025.
Riza diduga melakukan pelanggaran hukum dengan menghilangkan skema kepemilikan aset dalam kontrak kerja sama dengan Pertamina melalui perusahaannya, PT Orbit Terminal Merak (OTM). Ia juga disebut berperan dalam intervensi kebijakan penyewaan terminal BBM Merak yang tidak diperlukan Pertamina saat itu.
“Riza Chalid sudah dipanggil tiga kali sebagai saksi, namun tidak pernah hadir. Saat ini, kami masih menyusun langkah penyidikan lanjutan dan akan melakukan pemanggilan ulang dalam kapasitasnya sebagai tersangka,” ujar Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung.
Kejagung telah menerbitkan pencekalan terhadap Riza Chalid dan tengah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi serta atase luar negeri untuk memantau keberadaannya.
Terkait kemungkinan ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO), Harli menyebut hal tersebut bergantung pada hasil proses pemanggilan yang akan datang.
“Kalau panggilan sebagai tersangka tetap diabaikan, maka penyidik akan mengambil langkah hukum lanjutan, termasuk menetapkan status DPO sesuai KUHAP,” kata Harli.
Dalam pengumuman pada 10 Juli 2025, Kejagung menetapkan 9 tersangka baru, termasuk Riza. Delapan tersangka lainnya, yang berasal dari Pertamina dan perusahaan mitra, langsung ditahan. Sebelumnya, sudah ada 9 tersangka lain dalam kasus yang sama, menjadikan total tersangka menjadi 18 orang.
Delapan tersangka baru lainnya:
Sementara itu, anak Riza Chalid, yakni M. Kerry Andrianto Riza, lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Ia merupakan pemilik manfaat (beneficial owner) PT Navigator Khatulistiwa dan turut terlibat dalam skema penyewaan tangki BBM Merak yang diduga rekayasa.
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah ini ditaksir merugikan keuangan dan perekonomian negara hingga Rp285 triliun. Kejagung menyebut kerugian timbul akibat intervensi kebijakan, kontrak kerja sama yang merugikan negara, serta manipulasi aset dan tata kelola niaga migas. (HDS)