H. Buchari Syamsi: Penjaga Nurani Betawi, Politisi Berkarakter, dan Pengikat Warisan Keluarga

H. Buchari Syamsi: Penjaga Nurani Betawi, Politisi Berkarakter, dan Pengikat Warisan Keluarga

RATAS – Jakarta kehilangan salah satu putra terbaiknya, H. Buchari Syamsi, SE, yang wafat pada 27 Juni 2021 di usia 77 tahun. Sosoknya bukan sekadar tokoh masyarakat Betawi, melainkan pengikat sejarah sosial, politik, dan budaya yang telah mewarnai perjalanan Jakarta dari masa ke masa. Ia pergi di tengah pandemi COVID-19, meninggalkan jejak pengabdian yang dalam dan tak tergantikan.

Lahir pada 21 Maret 1944, H. Buchari tumbuh besar di Kampung Pisangan, Ragunan, Jakarta Selatan. Ia adalah saksi hidup sekaligus pelaku dalam dinamika perubahan zaman dari era Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi. Sosok yang dikenal sederhana ini menjelma menjadi figur sentral dalam lingkup masyarakat lokal dan politik kota.

H. Buchari mengabdi di Partai Golkar sejak awal 1980-an dan memulai kiprah politiknya sebagai Pengurus Kelurahan (PL) di Ragunan pada 1988. Setia pada satu partai hingga akhir hayatnya, ia dikenal sebagai kader yang bersih, tidak transaksional, dan teguh pada nilai-nilai pengabdian.

“Menjadi kader itu bukan sekadar ikut bendera partai. Tapi ikut menegakkan nilai yang diyakini untuk kebaikan rakyat,” kenang Beng, salah satu sahabat sekaligus kader muda yang sering berdiskusi dengan almarhum.

Jabatan Ketua DPD II Partai Golkar Jakarta Selatan menjadi bukti kepercayaan yang diberikan kepadanya atas dedikasi puluhan tahun di partai berlambang pohon beringin itu.

Selama lebih dari 20 tahun menjabat sebagai Ketua RW di wilayah Ragunan, H. Buchari menjadi pemimpin akar rumput yang adil, tangguh, dan dekat dengan warganya. Ia dianugerahi Penghargaan Ketua RW Terbaik se-Jakarta Selatan, sebuah pengakuan atas kiprah sosialnya yang membumi.

Selain itu, ia juga menjabat sebagai Dewan Kota Jakarta Selatan, Ketua LMK Kelurahan Ragunan, dan anggota Dewan Pembina Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi) bersama tokoh nasional Mayjen (Purn) Nachrowi Ramli. Melalui Forkabi, ia memperjuangkan ruang dan peran bagi generasi muda Betawi dalam politik dan ekonomi berbasis budaya lokal.

Pengikat Nilai Keluarga Lewat Paguyuban Khair Bersaudara
Tak hanya dikenal di masyarakat, H. Buchari juga dihormati dalam lingkungan keluarganya sebagai pemersatu. Ia adalah penggagas dan pengikat utama Paguyuban Khair Bersaudara, sebuah wadah silaturahmi keturunan dari satu trah keluarga besar Khair. Tujuannya sederhana namun bermakna dalam: agar cucu, cicit, dan buyut tetap saling mengenal dan menjaga nilai kekeluargaan lintas generasi.

Kini, ikatan keluarga besar Khair telah memiliki lebih dari 3.000 anggota yang tersebar di berbagai kota. Warisan nilai ini menjadi bukti bahwa keluarga besar dapat tetap erat jika dijaga dengan niat yang tulus.

Kepedulian H. Buchari tidak berhenti di panggung politik dan sosial. Ia juga dikenal sebagai pembela guru ngaji, marbot, pengajar madrasah, dan tokoh-tokoh kecil kampung yang kerap luput dari perhatian negara. Dalam banyak kesempatan, ia menyuarakan agar pemerintah turut memberi perhatian kepada pendidikan non-formal dan keagamaan.

“Jangan biarkan guru ngaji dilupakan. Mereka menjaga generasi dari kerusakan moral,” pesan H. Buchari dalam berbagai forum warga.

Bagi H. Buchari, kekuatan moral bangsa terletak pada pundak para pengabdi senyap — bukan di panggung megah kekuasaan.

H. Buchari Syamsi berpulang tanpa meninggalkan kekayaan duniawi, tetapi mewariskan kehormatan, keteladanan, dan nilai-nilai pengabdian yang membekas di hati masyarakat Betawi, khususnya Jakarta Selatan. Ia hidup untuk banyak orang dan wafat dengan nama yang harum, bersih dari riak politik transaksional.

“Selamat jalan, Bang Buchari. Engkau telah pulang dengan nama baik dan perjuangan yang bersih. Jakarta dan Betawi bersaksi atas pengabdianmu yang tulus,” ucap Beng penuh haru.

“Semoga segala amal ibadah dan perjuanganmu menjadi jembatan menuju surga. Amin Ya Rabbal Alamin.”