banner

Suara Damai Anwar Fatahillah dari Panggung Rock: Ajakan Bijak di Tengah Kisruh Royalti

Sabtu, 21 Juni 2025 09:33 WIB
Oleh: Diaz
IMG-20250620-WA0035

Suara Damai Anwar Fatahillah dari Panggung Rock: Ajakan Bijak di Tengah Kisruh Royalti

RATAS – Di panggung musik rock Indonesia, nama Anwar Fatahillah bukan sekadar bassist. Ia adalah salah satu pendiri Powerslaves, band legendaris yang sejak awal 1990-an konsisten menorehkan warna dalam kancah musik keras Tanah Air. Lebih dari sekadar musisi, Anwar adalah lulusan FISIP Untag Semarang, seorang pemikir, dan kini dikenal sebagai musisi spiritual yang aktif berdakwah melalui seni.

Dalam hiruk-pikuk polemik royalti antara pencipta lagu, penyanyi, dan peng-cover karya, Anwar memilih untuk angkat suara. Namun bukan dengan nada tinggi atau retorika penuh konflik. Ia justru menyuarakan keteduhan dan ajakan untuk duduk bersama.

“UU Hak Cipta dibuat untuk melindungi karya sebagai kekayaan intelektual pelaku seni. Kalau implementasinya masih ada kekurangan, mari kita cari solusi bersama, bukan saling menyerang,” ujarnya dalam percakapan telepon dengan wartawan, Jumat (20/6/2025).

Bagi Anwar, perlindungan hukum adalah keharusan. Namun ia menekankan bahwa hukum tanpa ruang dialog justru bisa memperlebar jurang antar pelaku industri kreatif. “Konflik ini seharusnya jadi ruang memperbaiki sistem, bukan panggung adu ego,” tambahnya.

Sorotan Anwar juga tertuju pada peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai pengelola dan penyalur royalti. Ia menekankan perlunya transparansi dan keberpihakan yang nyata pada seniman.

“LMK harus menjadi kepanjangan tangan para musisi dan pencipta lagu. Harus ada terobosan nyata, sistem yang transparan, dan evaluasi berkala demi menjaga hak dan kesejahteraan pelaku seni,” tegasnya.

Kritik tersebut bukan dalam nada destruktif. Justru sebaliknya, Anwar ingin memperkuat sistem agar lebih adil dan berkeadaban—agar LMK tidak hanya menjadi kolektor royalti, tapi benar-benar jembatan yang amanah antara karya dan apresiasi.

Yang tak kalah menarik, Anwar juga menyampaikan pesan khusus kepada media.

“Media seharusnya mendinginkan suasana, bukan membakar. Pencipta lagu dan penyanyi itu saling membutuhkan. Kalau bisa bersinergi, hasilnya akan jauh lebih baik daripada saling menyerang lewat opini publik atau hukum,” ujarnya.

Pesan ini bukan basa-basi. Ia mencerminkan sikap batin yang memahami musik bukan sekadar industri, melainkan ruang kolaborasi yang dilandasi saling pengertian. Royalti, menurutnya, bukan hanya soal nominal, tetapi tentang penghargaan terhadap proses kreatif.

Dalam upaya memperdalam pemahamannya tentang sistem hukum yang berlaku, Anwar juga berdiskusi langsung dengan Rully Chairul Azwar, mantan Ketua Komisi X DPR RI periode 2009–2014 sekaligus salah satu inisiator lahirnya UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014.
Pertemuan berlangsung di Kantor CEO Building, TB Simatupang, Jakarta Selatan. Dari dialog tersebut, Anwar mendapat perspektif yang lebih luas terkait perumusan UU dan mekanisme implementasinya.
Menurut Rully, kondisi dunia musik saat ini memprihatinkan, bukan dari sisi kualitas musisi, melainkan pada aspek pengelolaan dan penyelesaian konflik.

“Kalau ada masalah interpretasi pasal dalam UU, jangan langsung dibawa ke pengadilan. Lebih baik diklarifikasi ke DPR atau minta kementerian terkait membuat petunjuk teknis agar tidak menimbulkan pemahaman yang abu-abu,” ujar Anwar mengutip Rully.

Di tengah maraknya konflik hak cipta yang berakhir di meja hijau, suara seperti Anwar Fatahillah menjadi penting. Ia mengingatkan bahwa sebelum semuanya menjadi perkara hukum, sebaiknya dimulai dari perkara hati—menghargai, memahami, dan menjaga seni sebagai rumah bersama.
Jika Anda menginginkan versi dengan nada yang lebih tajam atau mengedepankan investigasi sistem LMK, saya bisa bantu sesuaikan.

Berita Terkait
Mungkin anda suka
WhatsApp Image 2025-07-16 at 12.31.43
Terpopuler
RUPA COWORKING_COMPANY PROFILE_page-0001
Terbaru
Tagar Populer
Pengunjung